Rabu, 13 Juni 2012

Membangun Direktorat Jenderal Pajak Tanpa Ancaman

Oleh: Imam Nashirudin

Siapa yang berbuat, maka dia harus bertanggung jawab. Saya sangat setuju dengan ungkapan tersebut. Dan saya juga sangat mendukung adanya langkah tegas dari DJP untuk mengenakan sanksi bagi pegawai  yang terlibat pelanggaran. Dengan mengenakan sanksi yang tegas, DJP memberi message yang efektive bukan hanya ke jajaran internal tetapi ke pihak eksternal, bahwa DJP tidak basa basi dalam menjalankan reformasi birokrasi. Siapapun terlibat akan ditindak !
Ketika kasus tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK berhasil dan diekspose di media secara besar-besaran, rasa marah dan kecewa seluruh korps DJP terhadap tersangka penerima suap, tidak bisa disembunyikan. Kasus ini bukan hanya mencoreng nama baik DJP, tetapi juga akan menyulitkan pengumpulan uang pajak di lapangan. Pertanyaan kecilnya adalah, pantaskah kekecewaan dan kemarahan kita semata mata ditujukan kepada Gayus, Dhana, Th dll tersangka dan terpidana kasus pajak? Hikmah dan pelajaran apa yang bisa dipetik untuk perbaikan system control dan pembinaan pegawai dimasa depan? Efektif dan tepatkah jika lembaga pengawas internal (KITSDA) diposisikan sebagai "extra eyes" atau sebagai mata-mata para pimpinan untuk mengawasi para pegawai dan bukannya memposisikan sebagai partner? Tepatkah jika momen ini dipakai untuk mengancam dan menakut nakuti para pegawai lainnya? Bisakah kita mencetak pegawai pajak yang disiplin, professional, militant, cerdas dan bersemangat dengan cara menciptakan rasa takut?
Bukan tidak mustahil, kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejuta ancaman: Rotan pemukul, gesper, tangan bercincin akik, kapur, penggaris atau penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru atau orang tua kita dan seterusnya. Kita dibesarkan dengan seribu satu kata ancaman: Awas….; kalau berani berani;  Jangan coba coba dan tentu saja tulisan besar besar dan bernada mengancam terpampang disetiap sudut ruang kantor. Culture dan lingkungan yang dibentuk sedemikian rupa ini mungkin akan dan dapat membuat para pegawai menjadi lebih disiplin. Namun di lain pihak lingkungan yang buruk bisa mematikan inisiatif dan mengendurkan semangat.
Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut atau sebaliknya, dapat tumbuh. Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan/dorongan yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian kecerdasan manusia dapat tumbuh atau sebaliknya dapat menurun. Tegasnya, ada pegawai yang tambah pintar dan ada pegawai yang bertambah bodoh.
Sikap arif dan bijaksana para pimpinan dalam merespon kejadian kejadian yang menimpa DJP sangat diperlukan. Sikap reaktif tanpa pertimbangan matang akan menimbulkan sikap saling curiga dan akan menghambat proses kerja dan proses sinergi antar pegawai dalam pelaksanaan tugas.  Kasus yang menimpa DJP dapat meningkatkan soliditas kita, atau sebaliknya, tergantung kita menyikapinya.

Mari kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan korps kita, bukan menaburkan
ancaman atau ketakutan. Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan
menghina atau memberi ancaman yang menakut-nakuti. Penjatuhan Sanksi ringan hingga sanksi berat berupa Pemberhentian pegawai, adalah konsekwensi pilihan yang dibuat sendiri oleh para pelanggar aturan. Siapa berbuat, dia harus bertanggung jawab!

Tidak ada komentar: