Selasa, 12 Agustus 2008

MODERNISASI - MENATA KINERJA - MEMBANGUN CITRA

Oleh : Imam Nashirudin, SE., Ak, MM

Kalau diamati, organisasi di pemerintahan itu mirip bangunan lengkap, tetapi didalamnya tidak ada kegiatan berumah yang bernama “kehendak bersama”, yang ada hanyalah konsep seolah-olah. Seluruh aktifitas di dalam bangunan itu dijalankan dengan prinsip yang dalam masa feodal dulu, disebut prinsip kawulo gusti.
Dalam situasi seperti itu, institusi yang ada bersifat artificial. Ada bentuk, ada isi, tetapi tidak ada makna bersama yang dibangun oleh kenyataan dan kemudian dijadikan referensi oleh seluruh anggotanya. Implikasinya jauh, dengan perspektif itu, tidak sulit melihat para pimpinan dan “politisi” di pusat, yang membuat dan mengambil kebijakan, sebenarnya tak tahu banyak tentang para pegawainya. Hal ini adalah imbas dari budaya “kawulo gusti”, dimana para punggawanya lebih nyaman membuat laporan yang bisa membuat bosnya senang, meski kondisi nyatanya tidak seperti demikian. Laporan model ini, biasa disebut laporan ABS, singkatan dari asal bapak senang. Laporan yang bias, rancu dan manipulatif tersebut akan menghasilkan kebijakan-kebijakan yang salah. Garbage in, garbage out
Tidak efektifnya organisasi pemerintahan bisa disebabkan oleh banyak hal, namun ada beberapa hal untuk kondisi saat ini, yang menurut pendapat saya penting dan kritikal, yaitu kita terlalu mensimplifikasikan permasalahan, kita tidak pernah mempersoalkan dan mempelajari dengan lebih baik perihal asumsi dasar untuk menggerakkan pegawai dengan efektif. Dan hubungan antara pegawai dengan organisasi tidak pernah berada pada rasionalitas yang mutlak, semestinya kita harus berani melihat bahwa pegawai punya bangunan nalar yang rumit.
Tulisan ini banyak mengupas teori-teori yang sengaja saya pilih dan rangkum dari berbagai sumber, untuk memberi masukan kepada tim di kantor pusat dalam rangka modernisasi. Mungkin teori-teori ini pernah dipelajari, namun menurut pendapat saya, teori-teori ini sangat layak untuk disimak kembali dengan lebih seksama.


1. Teori Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan suatu ilmu atau pendekatan terhadap manajemen manusia. Beberapa ahli manajemen memberikan suatu definisi secara khusus tentang manajemen dan sumber daya manusia. Seperti yang dijelaskan oleh Manullang (1992), tentang pengertian manajemen, sebagai berikut :
“Manajemen adalah suatu seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan dari sumber daya yang telah ditetapkan”.

Sedangkan Siagian (1990), mendefinisikan tentang pengertian manajemen sebagai berikut :
“Manajemen adalah keterampilan untuk memperoleh hasil dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya daya menggerakkan orang lain di dalam organisasi”.

Kemudian Follet dalam Stoner dan Freeman (1992) secara singkat memberikan batasan tentang pengertian manajemen sebagai berikut :
“Manajemen adalah seni untuk menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain”.

Pengertian Sumber Daya Manusia dikemukakan oleh Tulus (1995), yaitu :
“SDM merupakan salah satu unsur masukan atau input yang bersama dengan unsur lainnya seperti bahan, modal, mesin dan teknologi diubah melalui proses manajemen menjadi keluaran atau output berupa barang dan jasa dalam upaya mencapai tujuan organisasi atau perusahaan”.
Pendapat Flippo (1991), menyatakan pengertian MSDM sebagai berikut :
“Manajemen Sumber Daya Manusia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi pengintegrasian, pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk membantu mencapai tujuan perusahaan, individu dan masyarakat”.
Menurut Cahyono (1996), terdapat 3 (tiga) prinsip dasar dalam pendekatan terhadap Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM), sebagai berikut :
a. Sumber daya manusia adalah harta yang paling penting oleh suatu organisasi, sedangkan manajemen yang efektif adalah kunci bagi keberhasilan organisasi tersebut.
b. Keberhasilan ini sangat mungkin dicapai jika peraturan atau kebijaksanaan serta prosedur yang bertalian dengan manusia dari perusahaan tersebut saling berhubungan dan memberikan sumbangan dan perencanaan strategis.
c. Kultur dan nilai perusahaan, suasana organisasi dan perilaku manajerial yang berasal dari kultur tersebut akan memberikan pengaruh yang besar terhadap hasil pencapaian yang terbaik. Karena itu, kultur ini harus ditegakkan, dari upaya yang terus menerus mulai dari puncak, sangat diperlukan agar kultur tersebut dapat diterima dan dipatuhi.

Lingkungan dan tugas manajemen SDM adalah bagaimana usaha untuk mengelola manusia (pegawai) dengan segala sumber daya yang dimilikinya seefektif mungkin guna memaksimalkan organisasi. Selanjutnya menurut Cahyono (1996), lingkup MSDM terangkum pada fungsi-fungsi manajemen yang terbagi menjadi dua bagian, sebagai berikut :
a. Fungsi-fungsi manajemen, yaitu terdiri atas perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating) dan pengawasan (controlling).
b. Fungsi-fungsi operasional, yaitu terdiri atas pengadaan (procurement), pembinaan (development), pemberian kompensasi (separation), integrasi (intergration) dan pemeliharaan (maintenance).

2. Perencanaan Sumber Daya Manusia
Perencanaan berfungsi sebagai alat untuk penyusunan strategi pengembangan Sumber Daya Manusia dalam suatu organisasi, karena memuat kajian ketetapan tentang jumlah dan jenis keahlian serta keterampilan tenaga kerja yang diperlukan.
Perencanaan sumber daya manusia didalam suatu organisasi merupakan hal yang sangat penting baik bagi organisasi itu sendiri maupun bagi tenaga kerja yang bersangkutan. Sunyoto (1992), mengemukakan :
“Perencanaan sumber daya manusia juga dapat diartikan sebagai penentuan cara memenuhi kebutuhan tenaga kerja dan penempatannya, sehingga terdapat suatu kemungkinan tercapainya suatu rencana kepegawaian yang terintegrasi dalam suatu organisasi”.
Keuntungan yang dapat ditimbulkan dengan adanya perencanaan sumber daya manusia antara lain sebagai berikut :
a. Mengidentifikasikan penggunaan sumber daya manusia.
b. Menyesuaikan kegiatan tenaga kerja dengan tujuan organisasi.
c. Membantu program penarikan dari bursa atau pasar tenaga kerja yang baik.
d. Pengadaan tenaga kerja baru secara ekonomis.
e. Dapat mengkoordinasikan kegiatan manajemen sumber daya manusia.
f. Mengembangkan sistem manajemen sumber daya manusia.
Selanjutnya disebutkan ada dua strategi perencanaan sumber daya manusia yaitu staffing dan employe development. Strategi staffing termasuk di dalamnya pengadaan pegawai (recruiting) merupakan aspek kunci yang harus direncanakan sejak awal secara matang, karena menyangkut kesesuaian pekerjaan untuk diterima didalam organisasi dan seleksi bagi pelamar luar (external applicants) dengan berdasarkan kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan.
Sedangkan strategi pengembangan adalah menitikberatkan peningkatan keadaan saat ini dengan memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam pekerjaan yang ditingkatkan melalui program pendidikan dan latihan dan program pengembangan yang disesuaikan dengan kebutuhan organisasi yang akan datang.
Stoner dan Freeman (1992), mengatakan bahwa : Perencanaan sumber daya manusia dirancang untuk menjamin bahwa kebutuhan organisasi akan pegawai dapat dipenuhi secara tetap dan tepat melalui analisis :
a. Faktor-faktor dari dalam, seperti keterampilan yang dibutuhkan sekarang dan yang akan datang, lowongan serta perluasan dan pengurangan.
b. Faktor-faktor di lingkungan luar seperti pasar tenaga kerja sebagai hasil analisis tersebut, rencana-rencana kemudian dikembangkan untuk pelaksanaan langkah-langkah lainnya dalam proses manajemen sumber daya manusia.
Suatu perencanaan sumber daya manusia memiliki kedudukan yang sangat penting (Sunyoto, 1992) :
a. Sebuah rencana membimbing ke arah sukses, artinya dengan suatu rencana, dimungkinkan melakukan pendayagunaan tenaga kerja secara optimal melalui penempatan pada jabatan-jabatan tertentu dengan jenjang karier yang sesuai dengan keterampilan individu maupun organisasi.
b. Sebuah rencana akan kemungkinan organisasi melakukan penyesuaian dengan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi. Mampu mengantisipasi kondisi business yang akan datang secara lebih awal melakukan tindakan-tindakan untuk mempersiapkan tenaga kerja yang dimilikinya, baik melalui pelatihan, maupun mutasi, dan sebagainya disesuaikan dengan kebutuhan tenaga kerja sebagai akibat adanya perubahan-perubahan dikemudian hari.
c. Sebuah rencana mengharuskan seorang manajer untuk menetapkan tujuan yang hendak dicapai secara spesifik, baik tujuan umum maupun tujuan-tujuan bagiannya, termasuk penetapan tujuan pada masalah ketenaga kerjaan.
Sebuah rencana memungkinkan dilakukan pengawasan secara efektif dan memiliki suatu standar yang akan digunakan untuk dapat melakukan tindakan pengawasan atau evaluasi. Dengan rencana tersebut kita akan mengetahui kuantitas dan kualitas tenaga kerja yang dibutuhkan yang tentu saja akan digunakan sebagai dasar penilaian apakah kegiatan yang dilakukan telah memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Dari berbagai pengertian tersebut di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya suatu perencanaan sumber daya manusia akan selalu mencapai empat aspek yang harus diperhatikan, yaitu :
a. Kuantitas yang tepat.
b. Kualitas yang tepat.
c. Waktu dan posisi yang tepat.
d. Perhatian terhadap individu maupun tujuan organisasi.

3. Pentingnya Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pengembangan adalah fungsi operasional kedua dari sumber daya manusia. Fungsi utama adalah rekrutmen. Pengembangan adalah suatu keharusan, karena pegawai yang baru belum mempunyai kualifikasi yang pas untuk tujuan organisasi, sedangkan pegawai lama mungkin mengalami apa yang disebut ketinggalan zaman (obsolencence atau keusangan). Itu sebabnya pengembangan perlu dilakukan secara berkesinambungan baik masa kini maupun kebutuhan masa depan.
Program pengembangan tentunya harus pula disusun berdasarkan metode ilmiah, bertujuan untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual dan semangat (morale) pegawai agar mereka mencapai prestasi puncak sesuai dengan potensinya.
Keusangan terjadi bila seorang pegawai tidak lagi mempunyai pengetahuan atau kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan dengan efektif. Keusangan tersebut bisa disebabkan oleh beberapa hal, namun biasanya disebabkan karena kegagalan seseorang untuk menghadapi teknologi, prosedur-prosedur baru atau perubahan-perubahan lainnya. Semakin cepat perubahan lingkungan terjadi, semakin cepat keusangan juga terjadi pada pegawai, misalnya seorang akuntan yang tidak mengikuti dan menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi komputer akan cepat menjadi usang dan tidak lagi dapat mengerjakan pekerjaannya dengan mengikuti trend terakhir.
Pengembangan pegawai makin dirasa pentingnya karena tuntutan pekerjaan atau jabatan. Kualifikasi pekerjaan dianggap sebagai syarat untuk meningkatkan kinerja organisasi agar sekurang-kurangnya dapat memberikan pelayanan dan produktivitas sesuai dengan standar.
Pimpinan organisasi sekarang banyak yang sudah menyadari akan pentingnya mendidik pegawai baru. Pegawai baru yang direkrut pada dasarnya sarat dengan pengetahuan yang sifatnya teoritik, yang penerapan dan pelaksanaannya masih belum dikuasai. Proses pengembangan pegawai akan melengkapinya dengan pengetahuan yang praktis, yang mampu mendorong pegawai baru itu menggunakan teori secara benar, sambil tentunya memperhatikan situasi dan kondisi lingkungan dimana teori itu harus diterapkan.
Program pengembangan sering dianggap sebagai suatu pemborosan yang harus dihindari. Namun mereka yang telah menyadari pentingnya pengembangan pegawai akan menganggap, biaya yang dikeluarkan itu sebagai investasi jangka panjang yang dapat mendorong peningkatan kinerja organisasi.
Pengembangan dalam pengertian staffing, berarti suatu proses pendidikan jangka panjang yang mempergunakan prosedur sistematik, dimana pegawai dan pimpinan dapat mempelajari pegetahuan konseptual dan teoritik untuk tujuan umum. Pengembangan juga diartikan sebagai latihan, suatu proses pendidikan jangka pendek, juga menggunakan prosedur yang sistematik dan terorganisasi dengan baik, yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan teknik untuk melaksanakan suatu pekerjaan.
Pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan, diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja, kemampuan melayani dan semangat kerja itu dapat dicapai melalui pelatihan dan pendidikan di bidang :
1. Pengetahuan.
2. Keterampilan.
3. Sikap pegawai terhadap tugas-tugas yang dihadapi.
Pengetahuan pegawai akan mempengaruhi pelaksanaan tugas, sangat menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan suatu tugas
Keterampilan pegawai merupakan faktor penting dalam mencapai sukses bagi pencapaian tujuan organisasi. Bagi pegawai baru maupun pegawai lama yang menghadapi pekerjaan baru, diperlukan tambahan keterampilan guna melaksanakan tugasnya dengan baik. Pengetahuan dan keterampilan saja tidak cukup untuk menjamin suksesnya pencapaian tujuan organisasi.
Sikap pegawai terhadap pelaksanaan tugas, mitra kerja, lingkungan kerja, terhadap pimpinannya, juga merupakan faktor yang harus diperhitungkan dalam mencapai tujuan organisasi.
Adapun perbedaan dalam objek pengembangan, yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap, membawa konsekuensi kepada metode pengembangannya. Pengembangan pengetahuan dapat dilakukan dengan metode pendidikan layak sekolah dan pengembangan keterampilan melalui latihan-latihan keterampilan yang bisa diselenggarakan dengan program pengembangan yang baku.
4. Teori dan Perlunya Disiplin Kerja
Untuk mencapai tujuan suatu organisasi, diperlukan pegawai yang memiliki dedikasi, loyalitas, bermental baik, berwibawa, berdaya guna, bersih bermutu tinggi dan sadar akan tanggung jawab sehingga para pegawai tersebut dalam melaksanakan tugas berkewajiban untuk dapat bergairah dan berdisiplin. Dalam konteks pegawai salah satu asset organisasi, pegawai adalah faktor atau unsur yang sangat penting yaitu sebagai motivator dan pelaksana perputaran roda organisasi dan roda manajemen. Keberadaan pegawai (lower hingga top manajemen) sangat penting untuk tercapainya tujuan organisasi. Sehingga tidaklah berlebihan bila mengatakan bahwa sukses tidaknya tujuan organisasi sangat tergantung kepada para pegawai itu sendiri. Untuk mendapatkan pegawai yang betul-betul dapat dijadikan sebagai motivator dan pelaksana roda organisasi, perlu diselenggarakan pelayanan yang baik dan pembinaan yang terus menerus serta terarah. Bila hal itu dapat terlaksana secara optimal maka disiplin pegawai, dapat dicapai yang pada gilirannya dapat meningkatkan kinerja pegawai.
Selama ini disiplin diartikan hanyalah sebatas kepada masuk kantor tepat waktu, pulang sesuai dengan jam kantor yang ditetapkan dan kehadiran masuk kantor sehingga semuanya dikaitkan dengan waktu saja. Namun pengertian disiplin menurut pendapat saya tidak sesederhana tersebut diatas.
Davis dan Newstrom (1981) dalam bukunya mengartikan disiplin sebagai berikut :
“Diciplin is management action to enforce organization standar”. Bila diartikan maka disiplin tersebut adalah suatu tindakan manajemen untuk melaksanakan standar dari suatu organisasi.
Disiplin kerja dapat diartikan sebagai suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksi apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya. Dibagian lain Munandar dalam Ravianto (1985) memberikan pengertian disiplin sebagai berikut :
“Kesadaran diri untuk mentaati nilai norma dan aturan yang berlaku dalam lingkungannya”.

Dari pengertian diatas maka dapat dikatakan bahwa disiplin kerja sebagaimana yang lazim diartikan orang umum adalah segala sesuatu tindakan yang dilakukan secara efektif dan efisien oleh seseorang untuk mencapai tujuan (standar) dari organisasi. Artinya bila pegawai yang ada dalam suatu organisasi atau organisasi tidak melakukannya, maka akan dapat mengganggu pencapaian tujuan organisasi.
Keberhasilan suatu organisasi sangat memerlukan semangat dan disiplin kerja yang tinggi dari para pegawai atau anggota organisasi yang bersangkutan. Hal ini mengingat semakin kompleksnya kegiatan yang dilaksanakan dalam pencapaian tujuan organisasi. Pencapaian tujuan organisasi baik itu organisasi besar maupun kecil tidaklah cukup hanya mengandalkan pegawai yang berpendidikan tinggi, metode kerja yang baik, pengalaman manajemen yang sudah melanglang buana serta sistem dan prosedur kerja yang baik.
Meskipun suatu organisasi memiliki tenaga kerja atau pegawai yang berkualitas tinggi di bidang skill, namun bila mereka tidak memiliki disiplin kerja yang tinggi, kualitas tinggi tersebut akan tidak berarti. Dengan demikian, disiplin kerja sangatlah diperlukan dalam suatu organisasi tersebut, dapat bertindak atau bekerja sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya. Disamping itu manusia sebagai yang mempunyai rasional dan rasa sosial yang tinggi dalam melaksanakan segala aktivitas kerjanya dengan tanpa harus didorong atau dipaksa oleh berbagai peraturan atau ketentuan yang ada, tetapi bertindak atas kesadaran tinggi yang dimilikinya.
Dalam hal itu, bila segenap pegawai yang ada dalam organisasi memiliki disiplin yang tinggi baik yang timbul dari dalam dirinya sendiri maupun karena peraturan atau ketentuan yang ada, maka diharapkan tujuan organisasi akan tercapai.
Mengingat arti pentingnya peranan pegawai/personil sebagai faktor untuk menunjang suksesnya tujuan manajemen organisasi, maka langkah-langkah dan usaha yang senantiasa perlu dijalankan ialah mengintensipkan pembinaan dan pengurusan bidang kepegawaian agar lebih efektif dan berdaya guna. Peningkatan disiplin kerja pegawai memiliki hubungan erat dengan motivasi. Usaha-usaha motivasi diarahkan untuk meningkatkan semangat kerja, meningkatkan karier dan prestasi kerja pegawai. Dalam membahas lebih lanjut usaha-usaha pembinaan dan peningkatan motivasi serta disiplin kerja pegawai dari suatu organisasi atau instansi, diperlukan telaah tentang tujuan yang akan dicapai oleh organisasi atau instansi dan beberapa faktor yang menjadi unsur pemenuhan dan penunjang bagi motivasi dan peningkatan disiplin kerja.
Dalam hal ini dapat disimpulkan bila seseorang pegawai memiliki motivasi yang tinggi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, maka pegawai tersebut sangat dimungkinkan memiliki disiplin yang tinggi. Demikian juga sebaliknya bila pegawai tidak atau rendah motivasi yang dimilikinya, maka disiplin pegawai tersebut juga akan sangat rendah. .
Sikap disiplin yang tinggi dari setiap pegawai, pada dasarnya tidak terlepas dari pengaruh lingkungan, baik itu lingkungan keluarga, lingkungan pergaulan di luar kantor maupun lingkungan kerja. Seorang pegawai bila lingkungannya (keluarga, sosial dan kantor) sudah biasa dengan disiplin tinggi, maka rasa disiplin tersebut akan tertanam dalam dirinya.
Dalam lingkungan organisasi, pegawai sebagai manusia dituntut memenuhi dua kebutuhan utamanya yaitu hidup dan bekerja sama. Organisasi itu sendiri adalah merupakan bentuk kerja sama manusia, dalam organisasi kebutuhan manusia hendaknya dapat terjamin, di lain pihak kehidupan organisasi harus dapat dipertahankan.
Menjaga keseimbangan ini menjadi tugas dari pimpinan organisasi yang menurut Moenir (1987) dalam bukunya : “Pendekatan Manusiawi dan Organisasi Terhadap Pembinaan Kepegawaian”, dilakukan dengan cara :
1. Pemberian gaji.
2. Pemberian kesempatan dan dorongan untuk mengembangkan karier.
3. Pendisiplinan terhadap aturan untuk mencapai efisiensi dan efektifitas organisasi yang tinggi.
4. Pemberian istirahat yang memadai.
5. Pemberian penghargaan atas jasa atau kesetiaannya terhadap organisasi baik material maupun lmmaterial.
6. Pemberian kesempatan berhimpun dalam organisasi pegawai.
7. Pemberian fasilitas kerja maupun sosial yang adil.
8. Keselamatan, keamanan dan kesehatan kerja.
9. Pemberian perangsang.
10. Pemberian atau pengaturan rekreasi.
11. Pemberian jaminan hari tua atau pensiun.
Sejalan dengan itu pimpinan organisasi perlu berusaha agar setiap beban kerja dilaksanakan dengan suasana yang bergairah, bersemangat, saling membantu, dan penuh rasa kekeluargaan.
Ditinjau dari sisi pegawai, ada beberapa faktor yang mempengaruhi semangat kerja, mutu dan tinggi rendahnya kinerja yaitu antara lain adalah minat, harapan dan kesempatan untuk maju, usia pegawai dan faktor kebosanan terhadap kerja ataupun lingkungan kerja.
Menurut Manullang (1975) dalam bukunya “Pengembangan Pegawai”, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi tingkah laku pegawai yaitu :
1. Sasaran dari pegawai.
2. Reaksi terhadap frustasi.
3. Faktor-faktor lain.
Untuk membina pegawai diperlukan peraturan pegawai yang memuat kewajiban dan larangan agar pegawai tersebut berdisiplin. Mengacu kepada pernyataan di atas, dapat disebutkan secara eksplisit faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi kedisiplinan kerja pegawai:
1. Pegawai harus memperoleh kompensasi yang setimpal, baik itu kompensasi material maupun kompensasi immaterial. Pemberian kompensasi kepada para pegawai dapat sering mempengaruhi disiplin kerja pegawai. Apabila dampak suatu kompensasi terhadap disiplin kerja kurang mendapat perhatian yang mendalam dari manajemen, maka dapat merintangi kondisi disiplin kerja.
2. Keterbukaan manajemen.
Disiplin kerja bawahan tidak terlepas dari kemampuan pimpinan dalam menjalankan sistem keterbukaan. Komunikasi antara manajemen dan pegawai dalam setiap bidang, baik itu menyangkut pekerjaan ataupun masa depan pegawai. Dengan demikian setiap pegawai dapat menerima berbagai persoalan yang terjadi dengan tanpa mengalami penurunan loyalitas yang berarti terhadap organisasi. Sebaliknya bila manajemen tidak mampu terbuka dalam organisasi bukan tidak mungkin pegawai akan kehilangan loyalitas terhadap organisasi. Misalkan, kejelasan jenjang karier pegawai, mutasi, promosi atau hal yang lainnya. Hal ini secara jelas dinyatakan oleh Pamuji (1986) dalam bukunya “Kepemimpinan Pemerintah di Indonesia”, sebagai berikut :
“Apabila mereka kemudian merasa tertipu oleh fakta-fakta yang disajikan atau justru menutupi keadaan sebenarnya, maka mereka akan kecewa dan akibatnya dapat apatis atau bahkan menentang pimimpin”.
3. Ketidak jelasan Peraturan Kerja Pegawai.
Suatu organisasi yang tidak memiliki peraturan kerja, akan dimungkinkan disiplin kerja pegawai tersebut akan rendah. Karena dengan ketidak jelasan peraturan tersebut menyebabkan pegawai tidak tahu idealnya perlakuan yang diharapkan organisasi. Disamping itu organisasi tidak memiliki perangkat untuk menegor atau menghukum pegawai yang melakukan tindak disiplin.
4. Beban Kerja Yang Tidak Seimbang.
Seorang pegawai yang dihadapkan dengan beban kerja yang berlebihan dibanding dengan organisasi lain atau rekan sekerjanya akan megakibatkan terjadinya kecemburuan yang secara berangsur-angsur akan mengakibatkan semangat kerja dari pegawai bersangkutan rendah.
5. Kemampuan Pimpinan Memberikan Teladan.
Perilaku para pegawai tidak dapat dipisahkan dari perilaku pimpinannya. Pimpinan selalu berusaha dan berkeinginan agar anak buahnya atau pegawai bawahannya yang ada dalam organisasi tersebut mengikuti perilaku dia sendiri, sementara para pegawai berusaha agar mereka dapat mengikuti keinginan dari pimpinannya baik itu dari cara berpikir maupun dalam berperilaku. Oleh karena itu dapat dikatakan bila seorang pemimpin mengharapkan kedisiplinan pegawai maka dia sendiri harus lebih duluan melakukan kedisiplinan. Seorang pimpinan bila dalam sehari-hari tidak menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan target yang ditetapkan, maka jangan diharapkan bahwa anak buah akan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan target. Demikian halnya dengan kehadiran dan kemungkinan perilaku anak buah akan mengikuti perilaku pimpinannya.

5. Teori Motivasi Kerja
Motivasi adalah merupakan pengaruh tingkah laku manusia yang pada umumnya adalah pemenuhan dari kebutuhan-kebutuhan dasar. Keinginan pemenuhan kebutuhan dari karyawan yang bersangkutan akan menyebabkan mereka untuk terangsang baik dari dalam diri sendiri maupun dari luar dirinya untuk mencapai kebutuhan dirinya tersebut.
Pimpinan adalah orang-orang yang mencapai hasil melalui orang lain yang antara lain adalah bawahan. Berhubung dengan itu menjadi kewajiban dari setiap pemimpin agar para bawahannya berprestasi. Manullang (1992) mengatakan bahwa :
“Prestasi bawahan disebabkan oleh dua hal yaitu : kemampuan dan daya dorong. Kemampuan seseorang ditentukan oleh kualifikasi yang dimilikinya antara lain pendidikan, pengalaman dan sifat pribadi. Sementara daya dorong dipengaruhi oleh sesuatu yang ada dalam diri seseorang dan hal lain yang ada diluar dirinya”.

Seorang pemimpin yang bijaksana harus mampu menghidupkan gairah kerja bawahannya dan mampu mengembangkan kepercayaan diri yang ada dalam jiwa pegawai tersebut. Gairah kerja sendiri serta sikap pegawai dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor fisik dan faktor fsikologis.
Faktor fisik antara lain terdiri dari :
1. Keadaan tempat kerja yang kurang atau tidak memenuhi syarat.
2. Gaji dan jaminan yang kurang.

Faktor psikologis antara lain terdiri dari :
1. Sistem kepangkatan yang tidak tepat.
2. Hubungan kerja yang tidak tepat.
Berdasarkan keterangan-keterangan diatas, maka dapatlah disimpulkan bahwa motivasi adalah merupakan keseluruhan usaha yang dilakukan oleh para pimpinan untuk memberikan pengarahan-pengarahan, mendorong semangat kerja, peningkatan disiplin kerja kepada orang-orang lain sebagai bawahannya secara teratur dan rasional dengan harapan agar mereka bersedia secara ikhlas bekerjasama secara berdaya guna dan berhasil guna memenuhi sebagian besar kebutuhan dan keinginan para bawahannya.
Dalam rangka membantu meningkatkan kemudahan usaha-usaha pembinaan motivasi terhadap para pegawai yang dipimpinnya agar mereka benar-benar memiliki semangat kerja dan prestasi kerja yang tinggi, maka perlu diterapkan prinsip-prinsip motivasi yang tepat, terarah dan sistematis, prinsip-prinsip tersebut ada sembilan, yaitu :
a. Pihak pimpinan di lingkungan instansi atau organisasi senantiasa dapat menjadi teladan. Seorang pemimpin adalah “Seorang yang dapat menggerakkan orang lain di sekitarnya, bawahannya di dalam pengaruhnya untuk mengikuti pemimpin itu”.
b. Para manajer senantiasa berusaha memenuhi keinginan bawahannya yang erat hubungannya dengan kelancaran dan kesuksesan pekerjaan.
c. Kepada seluruh bawahan senantiasa dijelaskan tentang tujuan, kedudukan dasar hukum, fungsi program kerja dari pada badan usaha atau instansi yang bersangkutan.
d. Perlu diberikan cara-cara atau metode kerja yang jelas.
e. Perlu diusahakan hubungan dan kerja sama yang harmonis dikalangan pegawai baik vertikal maupun horizontal.
f. Perlu dibina dan dikembangkan kompetisi yang sehat dan dinamis untuk meningkatkan prestasi kerja.
g. Perlu diusahakan kecukupan mengenai sarana kerja yang dibutuhkan, misalnya : ruangan kerja, alat tulis kantor, biaya mesin-mesin dan lainnya.
h. Mengusahakan agar ditempuh pelimpahan wewenang dan tanggung jawab yang serasi melalui azas dekonsentrasi.
i. Perlu ditempuh azas-azas koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplikasi yang sehat dan dinamis.
Zainun (1986) mengatakan dalam bukunya “Manajemen dan Motivasi”, bahwa : Motivasi dapat dilihat dalam dua segi yang berbeda, yaitu :
Disatu pihak kalau dilihat dari segi aktif/dinamis, motivasi tampak sebagai suatu usaha yang positif dalam menggerakkan dan mengarahkan daya dan potensi tenaga kerja agar secara produktif berhasil dalam mewujudkan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Sebaliknya kalau dilihat dari segi pasif/statis, maka motivasi akan nampak sebagai suatu kebutuhan dan juga sebagai perangsang untuk dapat menggerakkan potensi sumber daya kerja manusia tersebut ke arah yang diinginkan.

Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan (daya penggerak) di dalam individu untuk melakukan kegiatan guna mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Setiap orang dalam hidupnya memerlukan kebutuhan, baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani. Dengan adanya kebutuhan tersebut akan mendorong adanya rangsangan (stimulasi) dan tingkah laku balas (respon). Menurut Wood Worth dalam Simanjuntak (1979) menyatakan bahwa:
“Motivasi adalah kondisi psikologis yang berada dalam diri seseorang yang mendorong untuk melakukan sesuatu kegiatan dengan baik, sehingga mencapai tujuan yang diharapkan”.

Ditegaskan oleh Rustiyah (1982) tentang motivasi, yaitu:
“Motivasi mempunyai peranan yang penting dalam berbagai bidang kehidupan. Timbulnya motivasi dalam diri seseorang disebabkan berbagai faktor, seperti adanya kebutuhan akan sesuatu hal, keinginan terhadap sesuatu, ingin tahu, kesenangan dan lain-lain. Motivasi seperti itu disebut motivasi intrinsik, sedangkan motivasi yang berasal dari luar diri seseorang disebut ekstrintik”.

Dari uraian dan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa motivasi pada dasarnya ditimbulkan oleh dorongan (daya batin) yang timbul dari dalam diri seseorang. Motivasi merupakan proses psikologi timbal balik atau interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi serta keputusan untuk melakukan suatu tindakan atau kegiatan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang timbul dari dalam diri seseorang. Pertama faktor internal seperti : kepribadian, sikap, tingkah laku. Kedua faktor eksternal, seperti : kondisi kerja, gaji, insentif/bonus dan beberapa kebijaksanaan organisasi lainnya.
Peranan dan pentingnya motivasi dijelaskan oleh beberapa ahli manajemen misalnya menurut Semidjo (1986), mengemukakan bahwa :
“Motivasi sebagai suatu yang dikatakan penting karena peran pemimpin itu sendiri kaitannya dengan karyawan. Tiap pemimpin mau tidak mau bekerja dengan bawahannya, untuk itu diperlukan kemampuan pemimpin memberikan motivasi kepada bawahannya”.

Ditegaskan oleh Manullang (1992) mengemukakan bahwa:
“Pentingnya motivasi adalah, untuk menggiatkan karyawan atau orang-orang, agar mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana dikehendaki dari orang-orang tersebut”.

Dari pengertian di atas, disimpulkan bahwa pentingnya motivasi yaitu adanya kerjasama yang baik antara atasan dan bawahan serta untuk menggiatkan pegawai agar bersemangat dalam bekerja.
Salah satu tujuan organisasi adalah tingginya produktivitas kerja pegawai. Metode untuk meningkatkan prestasi kerja, antara lain memberikan motivasi bagi pegawai, tujuan pemberian motivasi pegawai sebagai berikut :
1. Pemenuhan kebutuhan hidup dan kesejahteraan sosial bagi pegawai.
2. Pengembangan tingkat kemampuan dan keahlian para pegawai serta manajer sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Jabatan dan status sosial di organisasi hanya memberikan tingkat kepuasan dalam jangka waktu tertentu. Oleh karena pada dasarnya manusia selalu berusaha guna meningkatkan prestasi atau kemampuannya secara optimal.
3. Menimbulkan perasaan pada diri setiap pegawai yaitu adanya rasa memiliki, saling menghargai sesama rekan kerja, bangga terhadap hasil kerjanya, puas atas jabatan yang diberikan dan rasa bangga atas kemauan yang dimilikinya.
4. Adanya kebosanan dalam tugas-tugas yang diberikan oleh organisasi, adanya kebosanan tersebut dimungkinkan oleh sifat pekerjaan, atau oleh faktor lingkungan dan hubungan-hubungan sosial. Dengan demikian perlu dijaga agar kebosanan-kebosanan tersebut jangan sampai berlarut-larut dialami oleh pegawai.
5. Mengurangi suasana frustasi, stress dan hambatan hubungan kerja. Sebab untuk menghilangkan sama sekali, merupakan sesuatu yang tidak mungkin, karena batas tingkat kepuasan seseorang tidak dapat diukur secara pasti.

6. Teori Pendidikan dan Latihan
6.1. Pengertian Pendidikan dan Latihan (Diklat)
Pendidikan dan latihan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengembangan sumber daya manusia. Pendidikan dan latihan tidak saja menambah pengetahuan, akan tetapi juga meningkatkan keterampilan kerja dan produktivitas kerja.
Pegawai baru biasanya telah memiliki kecakapan dan keterampilan dasar yang dibutuhkan perusahaan, tetapi tidak jarang pula pegawai baru yang diterima tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaan yang diberikan. Bahkan pegawai lama pun masih banyak melakukan kesalahan-kesalahan dalam pekerjaan mereka.
Dalam usaha mendekati dan meraih manfaat latihan dan pengembangan, para spesialis sumber daya manusia dan manajer harus memahami kebutuhan akan latihan (need assessment), penyusunan dan tujuan-tujuan latihan dan pengembangan serta prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip belajar harus digunakan dalam penyusunan program seperti partisipasi dalam proses belajar mengajar, repetisi atau pengulangan setiap pelajaran, relevansi atau keterkaitan antara obyek-obyek latihan dengan tujuan-tujuan latihan, trasfer guru/instruktur dan peserta latihan dan akhirnya evaluasi keberadaan umpan balik (feedback).
Menurut Ranupandojo dan Husnan (1990) pendidikan diartikan sebagai berikut :
“Pendidikan dan latihan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum seseorang, termasuk didalamnya peningkatan penguasaan teori dan keterampilan”.

Menurut Koswara (1980) mengemukakan definisi latihan/pelatihan, sebagai berikut:
“Pelatihan adalah kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan oleh setiap pimpinan dan pelatihan bagi karyawan mengenai arti pentingnya setiap bidang kerja yang bersangkutan sehingga mereka menjadi lebih menaruh minat dan perhatian terhadap bidang kerja serta sebagai jembatan untuk memperkembangkan pengetahuan, kecakapan, pengalaman dan karier karyawan”.

Dari kedua pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah suatu proses belajar yang diarahkan kepada penajaman konsep, keterampilan dan sikap tertentu yang sesuai dengan tuntutan profesi dalam rangka meningkatkan prestasi kerja para pegawai.
Pelatihan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan seseorang agar dapat bekerja lebih efektif dalam mencapai tujuan perusahaan melalui standar-standar yang telah ditetapkan oleh pihak manajemen. Selanjutnya pegawai akan memiliki rasa percaya diri dan kompensasi.

6.2 Tujuan Pendidikan dan Latihan (Diklat)
Tujuan dilakukannya pendidikan dan latihan dapat dikemukakan sebagai berikut :
a. Peningkatan pengetahuan baik teknis maupun manajemen.
b. Peningkatan keterampilan yang lebih banyak bersifat teknis dan prosedur kerja yang sistematis.
c. Agar setiap peserta dapat melakukan pekerjaannya secara lebih efisien.
d. Mengurangi pengawasan.
e. Meningkatkan produktivitas.
f. Meningkatkan motivasi.
g. Meningkatkan semangat kerja.
h. Meningkatkan rasa tanggung jawab.
i. Meningkatkan kestabilan dan keluwesan organisasi.

6.3 Manfaat Pendidikan dan Latihan (Diklat)
Manfaat pendidikan dan pelatihan bagi pegawai atau perusahaan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu :
a. Bagi perusahaan manfaat yang diperoleh adalah :
 Pengurangan perpindahan pegawai.
 Pengurangan jumlah kerusakan dalam pemakaian bahan baku, peralatan serta perlengkapan lainnya.
 Peningkatan prestasi kerja pegawai.
b. Bagi karyawan manfaat yang dapat diperoleh adalah :
 Menambah kemampuan dalam pengetahuan dan kecakapan tentang kegiatan perusahaan.
 Mempersiapkan pegawai untuk memperoleh kesempatan untuk naik ke posisi jabatan yang lebih tinggi.
 Dengan pendidikan dan pelatihan dapat mengembangkan proses kejiwaan, meningkatkan harga diri, memperbesar rasa hormat orang lain terhadap dirinya baik di dalam maupun di luar perusahaan.

6.3.1 Metode Pendidikan Dan Latihan (Diklat)
Untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan yang baik agar dapat memberikan manfaat dan tercapainya tujuan yang diharapkan. Ada beberapa metode yang dapat dilakukan yaitu :
a. Metode di luar pekerjaan (off the job training)
Pendidikan dan pelatihan dengan menggunakan metode ini berarti pegawai sebagai peserta keluar sementara dari kegiatan atau pekerjaannya.
b. Metode di dalam pekerjaan (on the job training)
Pendidikan dan pelatihan ini berbentuk penugasan kepada pegawai baru oleh supervisor atau oleh pegawai lama yang sudah berpengalaman.
Cara ini mempunyai banyak keuntungan antara lain :
 Sangat ekonomis.
 Para peserta pendidikan dan pelatihan sekaligus berada dalam situasi kerja yang nyata.
 Memberikan praktek yang aktif bagi para peserta terhadap pengetahuan yang dipelajari.
 Para peserta belajar sambil berbuat dan dengan segera dapat mengetahui apakah yang dikerjakan itu benar atau salah.
7. Teori Kinerja Pegawai
7.1. Pengertian Kinerja
“Job Performance ialah succesful role achievement yang diperoleh seseorang dari perbuatannya”.
Dari batasan-batasan tersebut diketahui bahwa yang dimaksud dengan job performance ialah hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Tingkat keberhasilan seseorang di dalam melaksanakan tugas pekerjaannya dinamakan level of performance. Orang yang level of performancenya tinggi dikatakan orang yang produktif, sedang orang yang level of performance tidak mencapai standar disebut tidak produktif atau performancenya rendah. Jadi dapat disimpulkan bahwa kinerja (performance) seseorang dipengaruhi oleh dua hal, yaitu faktor-faktor individu dan faktor-faktor situasi.
Kinerja pegawai dalam organisasi merupakan tanggung jawab utama seorang manajer, dimana manajer membantu para pegawainya agar berprestasi lebih baik
Penilaian kinerja dilakukan untuk memberi tahu pegawai apa yang diharapkan manajemen untuk membangun pemahaman yang lebih baik satu sama lain. Penilaian kinerja harus mengkaji kinerja pegawai.
Suatu penilaian kinerja yang mengkaji kepribadian pegawai kurang berguna untuk mengkaji produktivitas atau kontribusi yang telah diberikan pegawai untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi atau perusahaan. Sasaran penilaian kinerja adalah untuk membuat pandangan tentang diri mereka (pegawai) sendiri seperti apa adanya. Pegawai yang dinilai harus mengenali kebutuhan untuk memperbaiki kinerja kerja dan memberikan komitmen terhadap suatu rencana perbaikan kinerja. Harus ada kesepakatan bersama tentang rencana pengembangan untuk masa penilaian kinerja mendatang. Manajemen harus tetap mengawasi kemajuan pegawai sepanjang tahun pada saat rencana pengembangan tersebut dilaksanakan. Pegawai akan memberi respon yang lebih baik bila pegawai terlibat dalam penulisan standar kinerja untuk kinerja yang akan datang serta menggunakan ukuran-ukuran yang telah saling disepakati dengan pihak manajemen organisasi atau perusahaan.
Standar kinerja berfungsi sebagai tujuan-tujuan tertentu yang harus dicapai oleh pegawai dalam bekerja, dimana standar kinerja tersebut realistis, dapat diukur dan dapat dicapai oleh jabatan pekerjaan pegawai tersebut. Standar kinerja dapat dibuat untuk setiap individu dengan berpedoman pada uraian jabatan, dimana setiap pegawai mengusulkan sasaran-sasaran sendiri kepada manajemen secara tertulis, bila keduanya menyepakati setiap sasaran, kemudian dapat dibuat pernyataan sasaran secara tertulis. Umumnya setiap jabatan memiliki 5 sampai 10 uraian tugas yang diungkapkan secara spesifik dan dapat diukur yang terdiri atas pernyataan sasaran bagaimana sasaran tersebut diukur, serta langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikannya.
Standar kinerja dianggap memuaskan bila pernyataannya menunjukkan beberapa bidang pokok tanggung jawab pegawai, membuat bagaimana suatu kegiatan kerja akan dilakukan dan mengarahkan perhatian kepada mekanisme kuantitatif bagaimana hasil-hasil kinerjanya akan diukur. Suatu contoh standar kinerja yang baik adalah “Kinerja dapat menerima bila 90% dari disain sistem umum disajikan kepada pemakai yang tepat pada waktunya dan pemakai menyetujui disain tersebut”.

7.2. Penilaian Kinerja
Bagi pegawai, penilaian memberikan umpan balik tentang pelaksanaan kerja mereka, misalnya tentang kemampuan, kekurangan, potensinya dan sebagainya yang pada gilirannya bermanfaat untuk perbaikan kinerja, penyesuaian kompensasi, pengembangan kariernya dan sebagainya. Sedang bagi organisasi atau perusahaan, hasil penilaian kinerja dapat dipakai sebagai pertimbangan untuk pengembangan keputusan, tentang berbagai hal, seperti kebutuhan program pendidikan dan latihan, rekrutmen, seleksi, program pengenalan, penempatan dan sistem imbalan.
Penilaian kinerja terdiri dari tiga langkah, yaitu mendefinisikan pekerjaan, menilai kinerja dan memberikan umpan balik. Mendefinisikan pekerjaan berarti memastikan bahwa pimpinan organisasi atau perusahaan dan pegawai sepakat tentang tugas-tugasnya dan standar jabatan. Menilai kinerja berarti membandingkan kerja aktual pegawai dengan standar yang telah ditetapkan.
Adapun faktor-faktor yang dinilai, dapat berbeda antara satu jenis pekerjaan dengan jenis pekerjaan lainnya. Hal ini tergantung pada segi-segi apa yang dipandang kritikal dalam mengukur keberhasilan seseorang dan menunaikan kewajibannya, seperti kesetiaan, prakarsa, kerajinan, ketekunan, sikap kerja sama, kepemimpinan, kejujuran, ketelitian, kecermatan dan kerapian.
Dessler (1992) menyebutkan beberapa faktor secara umum, yaitu :
1. Mutu – kecermatan, ketuntasan, dan dapat diterima kerja yang dijalankan.
2. Produktivitas – mutu dan efisiensi dari kerja yang dihasilkan dalam periode waktu tertentu.
3. Pengetahuan jabatan – keterampilan dan informasi praktis atau teknis yang digunakan pada jabatan.
4. Ketersediaan – sejauh mana seseorang dapat diandalkan menyangkut penyelesaian tugas dan tindak lanjut.
5. Ketersediaan – sejauh mana seseorang pegawai tepat pada waktunya meninjau periode istirahat yang ditetapkan dan catatan kehadiran keseluruhan.
6. Ketidaktergantungan – sejauh mana kerja dijalankan dengan sedikit atau tanpa supervisi.

7.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation), hal ini sesuai dengan pendapat Davis (1981) yang merumuskan bahwa :
- Human Performance = Ability + Motivation
- Motivation = Attitude + Situation
- Ability = Knowledge + Skill
Faktor Kemampuan
Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi dan kemampuan realistis (knowledge + skill). Artinya pegawai yang memiliki kemampuan potensi di atas rata-rata, maka ia akan lebih mudah mencapai pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (The Right Man In The Right Place, The Right Man On The Right Job).
Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi atau perusahaan.
Mc Clleland (1987) berpendapat bahwa “Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kinerja”.
Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri pegawai untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya, agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja dengan predikat terpuji).
Selanjutnya Mc Clelland (1987) mengemukakan 6 karakteristik dari pegawai yang memilih motif berprestasi tinggi yaitu :
1. Memilih tanggung jawab pribadi yang tinggi
2. Berani mengambil resiko
3. Memiliki tujuan yang realistik
4. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasikan tujuannya
5. Memanfaatkan umpan balik yang konkret dalam seluruh kegiatan kerja
6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan

Berdasarkan pendapat Mc Clelland tersebut pegawai akan mampu mencapai kinerja maksimal jika ia memiliki motif berprestasi tinggi. Motif berprestasi yang perlu dimiliki pegawai harus ditumbuhkan dari dalam diri pegawai dan akan membentuk suatu kekuatan diri dan jika situasi lingkungan kerja turut menunjang maka pencapaian kinerja akan lebih mudah.
Oleh karena itu kembangkanlah motif berprestasi kerja dalam diri dan memanfaatkan serta ciptakan situasi yang ada pada lingkungan kerja guna mencapai kinerja maksimal.

7.4. Pencapaian Kinerja Organisasi Atau Perusahaan
Kinerja suatu organisasi dapat dilihat dari seberapa efektif suatu produk/jasa diteruskan pada para pelanggan. Sumber Daya Manusia adalah perancang, penggagas dan yang meneruskan pelayanan-pelayanan tersebut. Karenanya, salah satu sasaran dari Manajemen Sumber Daya Manusia adalah menciptakan kegiatan yang memberi kontribusi menuju superior organization performance (Forbringer and Oeth, 1998). Hanya dengan cara ini para praktisi Sumber Daya Manusia menyesuaikan klaim yang telah mereka berikan pada suksesnya strategis suatu organisasi/perusahaan.

Penutup

Kalau diibaratkan sebuah kapal, DJP adalah sebuah kapal besar yang setiap gerakannya tentu membutuhkan ketelitian dan kecermatan. Sedemikian besarnya kapal kita sehingga apabila ada perubahan arah, para penumpang yang ada di dalam kapal mungkin tidak merasakannya. Namun, apabila kita naik ke atas dek, tentu dapat kita lihat dengan jelas betapa kapal kita telah berubah arah. Dari atas dek itu, kita menjadi yakin bahwa pada tahun-tahun lalu kita berlayar mengarungi ombak besar dan batu karang, tahun ini kapal itu telah berubah arah menuju laut lepas sehingga segera dapat melaju ke arah pulau yang dituju.
Meskipun disana-sini kita masih melihat kekurangan dan menghadapi sejumlah tantangan, secara umum dengan modernisasi kita telah on track dan mulai memasuki jalan panjang untuk menuju organisasi yang profesional dan berkelas dunia. DJP telah bergerak maju untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan. Ke depan, saya percaya bilamana organisasi kita (DJP) dikelola dengan sikap yang lebih profesional dan lebih konstruktif, kinerja DJP masih dapat terus ditingkatkan.

Penulis adalah Kasi Pengawasan dan Konsultasi l KPP Madya Jakarta Utara




Tentang Penulis


Imam Nashirudin,SE.,Ak,MM lahir di Kebumen, 17 November 1969. Menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi UGM (1994) dan menyelesaikan pendidikan S2 di Jakarta.
Tahun 1994 – 1997 bekerja di PT Tensindo Group sebagai kepala bagian pembenahan dan pengembangan sistem. Tahun 1997 hingga sekarang bekerja di Direktorat Jenderal Pajak. Penugasan pertama sebagai pelaksana di KPP Tegal (1998). Tahun 2000 promosi ke KPP Cilacap sebagai Korlak PPh badan dan tahun 2002 promosi menjadi kasi TUP KPP Salatiga. Tahun 2004 pindah tugas ke Bidang PPN Kanwil DJP Jakarta IV. Tahun 2005 pindah tugas ke KPP Madya Batam sebagai kasi pemeriksaan. Tahun 2007 hingga sekarang bertugas di KPP Madya Jakarta Utara sebagai kasi waskon l.