Jumat, 08 Mei 2009

Love is Found in Usual Event

Oleh: Imam Nashirudin


Pernahkah anda jatuh cinta? Atau pernahkah cinta anda bertepuk sebelah tangan? Cinta, kata orang jawa bisa timbul karena adanya frekfensi pertemuan yang tinggi, Tresno jalaran soko kulino. Anda boleh percaya, boleh juga tidak. Tapi ”Javanese proverb” tersebut cukup efektif dan banyak memberi bukti. Bagi yang cintanya bertepuk sebelah tangan, bisa mencoba resep kuno itu.
Pertemuan yang bisa membangkitkan benih benih cinta itu bisa terjadi secara sengaja ataupun tidak disengaja. Pertemuan yang tidak disengaja bisa terjadi dimana saja, di kantor, di kereta, di pasar atau di tempat main golf. Seperti kisah cinta seorang pejabat yang golfer dengan caddy perempuan yang sering menemaninya main di sebuah lapangan golf terkenal di Tangerang. Pertemuan yang disengaja bisa terjadi karena ada maksud tertentu dari seseorang, tetapi bisa juga karena system kerja atau organisasi yang mengkondisikan. Misalnya, pegawai pajak yang secara kedinasan harus melayani wajib pajak tertentu selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, karena job discriptionnya memang demikian ataupun karena system organisasinya mengkondisikan demikian. Pertemuan yang sering seperti ini bisa menimbulkan benih-benih cinta. Jika benih cinta yang dimaksud adalah antar pegawai pajak yang masih lajang dengan wajib pajak yang masih lajang pula, hal ini tidak mengapa. Namun kalau pertemuan ini menimbulkan cinta yang salah bagaimana? Cinta salah disini yang saya maksudkan adalah cinta yang mengakibatkan pegawai tadi lupa bahwa dia digaji oleh Negara untuk mengawasi dan mengamankan penerimaan Negara dari sector pajak. Cinta yang mengakibatkan pegawai pajak berkolusi dan menutupi kesalahan wajib pajak ataupun melakukan intervensi dengan berbagai alasan untuk membela kesalahan wajib pajak. Bagaimana target penerimaan pajak bisa tercapai bila kondisi ini timbul? Bagaimana “merusaknya” kalau yang terkena mabuk cinta ini pejabat tinggi yang punya banyak kewenangan? Apa kata dunia...
Masalahnya adalah bagaimana agar tidak timbul cinta terlarang didalam suatu organisasi? Adilkah bila ada kejadian ”cinta terlarang” tersebut, kemudian kita semata-mata menyalahkan pegawai tanpa mengevaluasi system yang ada?
Menurut pendapat saya, saat ini adalah “moment” yang tepat bagi kita untuk mengevaluasi diri, mendiagnosa ulang, dan menyusun “blue print” baru sistem pengelolaan pegawai yang lebih baik dan lebih transparan. Pengelolaan pegawai disini meliputi pola rotasi pegawai yang baik, terstruktur, transparan, terukur dan terstandarisasi. Hubungan keluarga dekat seperti pasangan suami istri yang berada di organisasi yang sama, penempatan pegawai selama belasan tahun bahkan puluhan tahun di kota tertentu bisa menimbulkan kolusi. Sistem yang baik akan menginspirasi pegawai dan akan mengeliminir terjadinya korupsi,kolusi dan nepotisme.

Tidak ada komentar: