Oleh:
Imam Nashirudin
| 
Beberapa
  waktu yang lalu kita dikejutkan dengan berita yang mengabarkan beberapa kali
  oknum pegawai pajak tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
  Membaca berita itu, maka yang ada di dalam hati kita tentunya adalah bahwa
  sepertinya pegawai pajak tidak ada kapoknya, sepertinya para petinggi negeri
  ini sudah frustasi untuk menjadikan institusi ini bersih dan berwibawa 
Tidak bisa
  dipungkiri bahwa kasus kasus yang menimpa Direktorat Jenderal Pajak dan
  pemberitaan pemberitaan media massa yang dilakukan  secara luas menjadikan kondisi Direktorat
  Jenderal Pajak  saat ini dalam kondisi
  sulit. Pemahaman yang keliru dari masyarakat atas pemberitaan kasus kasus
  yang terjadi menjadikan masyarakat apatis bahkan antipati terhadap petugas
  pajak. kasus kasus pidana yang melibatkan beberapa oknum pajak, seolah olah
  menjadi sesuatu yang jamak, sesuatu yang biasa dilakukan oleh 32.000 petugas
  pajak yang tersebar di seluruh indonesia. Itulah buah dari kasus kasus yang
  terjadi di Direktorat Jenderal Pajak. Sungguh sangat memprihatinkan.  
Disadari
  atau tidak, kita akan berada dalam kondisi yang sangat berbahaya bila
  Direktorat Jenderal Pajak selaku institusi yang diberi tugas untuk menghimpun
  penerimaan Negara melalui APBN sebesar 75% tidak dipercayai masyarakat. Dengan beranggapan bahwa semua pegawai pajak
  nakal, semua pegawai pajak tidak jujur dan uang pajak akan dikorupsi oleh
  pegawai pajak, maka secara  otomatis
  akan  menurunkan ketaatan masyarakat
  dalam membayar pajak. Kalau tingkat ketaatan menurun, dan sikap antipati dari
  masyarakat, terus dibiarkan atau bahkan dikembangkan melalui pemberitaan
  media yang tidak seimbang maka target penerimaan pajak akan terganggu. Bahkan secara
  ekstrem bisa mengakibatkan     penerimaan negara anjlok. Implikasi penerimaan pajak yang tidak  tercapai, akan mengakibatkan APBN tidak bisa dijalankan dengan
  sempurna, subsidi kepada masyarakat kurang mampu terhenti, subsidi biaya
  pendidikan, kesehatan juga akan terhenti dan akan meningkatkan  masalah masalah sosial  di masyarakat, seperti meningkatnya angka
  pengangguran, kemiskinan dan kriminalitas. Kemiskinan, tingkat kesejahteraan yang rendah
  dan  Kondisi masyarakat yang buruk
  dapat menjatuhkan sebuah pemerintahan. Beberapa contoh akibat dari kasus kasus yang menimpa Direktorat
  Jenderal Pajak dapat disebutkan di sini, yaitu pada saat awal kasus pajak yang melibatkan pegawai pajak Gayus
  Tambunan, banyak pegawai pajak
  yang malu dan takut memakai atribut pajak diluar kantor. Kedua banyak pegawai
  pajak mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan di masyarakat, demikian
  pula pada saat petugas pajak menjalankan tugasnya dalam rangka menghimpun
  penerimaan negara dari pajak.  
Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan informasi
  masukan, sekaligus untuk menjadikan pemikiran bersama perlunya kita menyusun kembali
  strategi dasar sistem pengelolaan perpajakan di Indonesia dengan selalu
  bersandar pada integritas, profesionalisme, pelayanan dan sikap  militansi dari para pegawainya. Dan untuk
  itu, Direktorat Jenderal Pajak  sebagai
  organisasi yang peranannya mencapai 75% di APBN harus dikondisikan agar "siaga senantiasa",
  harus selalu menjaga kekompakan, integritas dan profesionalisme pada level
  yang tinggi. Dalam tulisan ini, saya juga ingin menekankan perlunya memberi rasa
  aman bagi aparatur pajak dalam menghimpun penerimaan negara melalui proteksi
  dan perlindungan hukum yang lebih kongkret. Penghimpunan uang negara melalui
  pajak tidak akan berjalan efektif, jika aparaturnya merasa terancam dan
  dimusuhi dalam melaksanakan tugasnya.  
Komprehensif  
Sudah
  saatnya sekarang ini, di era reformasi birokrasi, di era supremasi hukum,
  para kaum cerdik cendekia, pengamat masalah perpajakan, lembaga swadaya
  masyarakat, praktisi bidang ekonomi dan perpajakan, serta lembaga dan
  institusi yang terkait lainnya untuk duduk bersama-sama para pimpinan di Departemen
  keuangan dan di Direktorat Jenderal Pajak untuk mulai menyusun kembali konsep
  dasar sistem pengelolaan perpajakan di indonesia dalam format yang
  komprehensif. Komprehensif dalam arti, antara lain, mengandung makna
  keterpaduan dalam pelayanan, pemeriksaan dan penegakan hukum. Konsep
  pengelolaan perpajakan terpadu yang komprehensif di suatu negara yang
  mempunyai kekayaan dan potensi berlimpah dari sabang sampai merauke, dengan
  penduduk lebih dari 270 juta
  jiwa, dan  dengan pulau yang lebih dari
  17.000 buah yang letaknya berserakan. 
Perlu
  dirumuskan ulang pula konsep dasar sistem pengelolaan sumber daya manusianya.
  Bagaimana membentuk postur pegawai pajak 
  yang diharapkan untuk menunjang konsep tersebut. Bagaimana struktur
  kekuatan yang menunjangnya, sampai dengan di mana, kapan, mengapa, dan
  bagaimana pegawai pajak harus bertindak dan bagaimana pegawai pajak harus mengambil
  tindakan tegas kepada para pengemplang pajak. Keseluruhan dari itu, hendaknya
  format tersebut dapat berupa rencana strategis jangka panjang antara 10-20
  tahun ke depan. Dengan demikian, dia tidak terganggu dengan silih bergantinya
  pimpinan yang terjadi pada setiap saat.  
Sudah
  waktunya Direktorat Jenderal Pajak dibangun dengan sistem yang tetap,
  konsisten dan jelas , sebagai alat negara yang benar-benar profesional,
  berdedikasi dan militan. Di sisi lain, pembangunan kekuatan jangka panjang
  seyogyanya juga mengandalkan kepada sebesar-besarnya potensi yang telah
  dimiliki. Tenaga tenaga terdidik, terlatih dan berpengalaman yang ada saat
  ini, harus benar-benar dapat dimanfaatkan secara maksimal.   
Kemauan yang
  keras, dalam hal ini, sangat menentukan keberhasilan kita membangun kekuatan,
  kewibawaan, dan kehormatan Direktorat Jenderal Pajak .  
Penutup 
Kita
  seharusnya yakin, apabila dipikirkan secara bersama, Direktorat Jenderal
  Pajak sebagai salah satu instrument perekonomian Negara yang memegang peranan
  sangat kritikal dan penting dapat tampil 
  profesional. Direktorat Jenderal Pajak bersama dengan segala potensi
  yang dimilikinya serta hubungan yang baik dengan berbagai pihak pastilah akan
  dapat menjadi institusi Negara yang efektif dan diandalkan untuk menghimpun
  penerimaan Negara melalui pajak. (Artikel ini telah dimuat di koran Jakarta, pada 21 Juni 2013 dengan judul " Membangun DJP yang Andal") | 
Imam Nashirudin
 
