Rabu, 03 Juni 2009

JANGAN NASEHATI SAYA!

Oleh: Imam Nashirudin*

Dalam sebuah seminar di Singapura beberapa waktu yang lalu, seorang ekonom dari Indonesia dengan nada keras menyatakan kepada para ekonom dari IMF untuk tidak terus-menerus menasehati. Kata-katanya kurang lebih seperti ini, “Jangan nasehati saya, kami tidak butuh nasehat kalian, kami lebih tahu apa yang dihadapi negeri kami dan kami lebih tahu apa yang musti kita lakukan. Ekonom Indonesia yang bicara keras itu, tidak lain adalah iron lady kita, ibu Sri Mulyani. Saya salut atas sikap dan ketegasannya. Dan terbukti, sekarang negeri kita putus hubungan dengan IMF dan sekarang kita tidak punya utang dengan IMF. Semua hutang sudah dilunasi. Tapi berdasarkan sebuah laporan, yang tidak saya mengerti adalah, kenapa hutang ke IMF yang bunganya lebih lunak dihindari tetapi kita mengambil hutang lain yang lebih mahal, yaitu hutang melalui obligasi pemerintah di pasar modal luar negeri. Apakah ini karena adanya tekanan secara politis ataukah karena sebab lain? Mudah-mudahan bukan karena emosi sesaat, emosi karena seorang yang bergelar doctor ekonomi terus menerus dinasehati seperti halnya menasehati mahasiswa S-1 yang baru mengambil mata kuliah pengantar ekonomi l.
Kesuksesan melunasi hutang ke IMF menjadi salah satu kebanggan dan komoditi oleh salah sebuah Parpol. Hutang ke IMF, menjadi nol, katanya. Bagaimana dengan timbulnya hutang baru yang totalnya lebih besar dan bunganya lebih mahal, bung!
Saya bukanlah orang yang alerkhi dengan hutang untuk membiayai pembangunan, karena memang secara faktual pendapatan negara kita tidak mencukupi untuk membiayai pembangunan. Masalahnya adalah kita tidak tahu pasti berapa uang kita sesungguhnya, berapa utangnya? Utang dalam negeri dan utang dari pasar modal luar negeri, uangnya buat apaan? Mengapa uang tinggal sebesar itu, berapa yang disebabkan oleh dampak krisis keuangan global, berapa uang yang dipakai untuk membiayai para pejabat Negara melakukan kampanye dan berapa yang disebabkan oleh mismanagement dan berapa yang disebabkan oleh penyelewengan criminal?
Menurut saya, perlu ada transparansi, agar tidak ada kecurigaan dan tidak ada prasangka buruk terhadap pemerintah. Kemenangan dalam pemilu akan terasa hambar kalau diliputi dengan berbagai tuduhan-tuduhan kecurangan yang tidak perlu, ataupun kecurangan-kecurangan yang sebenarnya memang tidak dilakukan. Karena seperti diketahui, potensi kecurangan melalui penggunaan dana pemerintah untuk kepentingan money politic oleh kandidat incumbent sangatlah besar dan hal ini sebenarnya sudah lama disadari oleh para ekonom di seluruh dunia dan masalah tersebut banyak dibahas di textbook-textbook ekonomi. Di negara-negara lain, kasus Money politik oleh kandidat incumbent biasanya dilakukan dengan cara pemberian bantuan dan subsidi ke kelompok-kelompok masyarakat tertentu, kenaikan gaji Pegawai pemerintah, sumbangan-sumbangan social dan lain-lainnya.
Manusia adalah tempatnya salah dan lupa, sehingga ajaran agama menyuruh kita untuk saling mengingatkan dan saling nasehat-menasehati dalam hal kebaikan. Berapa banyak orang cerdik pandai di negeri Pancasila ini yang akhirnya tergelincir oleh masalah uang dan atau oleh masalah selangkangan. Dengan adanya transparansi, masyarakat dapat ikut membantu mengawasi dan mengingatkan agar pemegang amanah rakyat selalu berjalan dalam rel yang benar.

Selamat melaksanakan pesta demokrasi, semoga pemilu Presiden aman buat semua anak bangsa. (Bang Nash)