Oleh: Imam Nashirudin, SE., Ak, MM
“ Kalau cinta itu buta”
“ Buat apa ada Bikini”
“Setiap Gue dapat jawabannya”
“Ada yang ganti Pertanyaannya”
Kalimat-kalimat diatas adalah beberapa contoh kata-kata yang pernah digunakan dalam sebuah iklan rokok, produksi Sampurna. Saya yakin banyak diantara kita yang harus berpikir beberapa kali sambil menyunggingkan senyum atau bertanya-tanya, apa sih yang mau disampaikan? Untuk memahami makna dari berbagai iklan tersebut.
Persis seperti kebanyakan masyarakat dan wajib pajak yang selalu bertanya-tanya tentang perubahan-perubahan yang dilakukan Direktorat jenderal Pajak, termasuk modernisasi kantor pajak.
Tidak ada yang salah dengan organisasi yang lama, organisasi yang telah lama tumbuh dan memiliki lingkungan kerja yang harmonis. Tetapi manakala dunia berubah, menjadi lebih kompetitif dan dinamis, kita semua harus cepat melakukan penyesuaian. Nilai-nilai social harmony itu mau tidak mau harus diperkaya dengan nilai-nilai kecepatan, berorientasi pada bisnis, pelayanan dan competitiveness. DJP mutlak harus berubah menjadi lebih professional dan transparan. Yang tidak kalah penting dari proses modernisasi structural, adalah melakukan cultural migrations, dari yang sebelumnya tidak/belum competitive dan corporative menjadi budaya yang lebih competitive dan corporative. Hal ini diperlukan untuk mempercepat terjadinya value creation yang merupakan prioritas utama peningkatan kinerja DJP.
Ketergantungan DJP terhadap sumber daya manusia (pegawai) sangatlah besar, karena kalaupun kita telah berhasil merubah struktur organisasi menjadi organisasi yang lebih dinamis dan fungsional, tetapi kalau sikap mental, tingkah laku dan budaya yang berkembang tidak disesuaikan dengan nilai-nilai baru yang cocok dengan tuntutan zaman, maka reformasi tersebut menjadi tidak bermakna..
Sumber Daya Manusia DJP mengemban peran ganda yang harus dimainkannya, yaitu sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat. Sebagai abdi Negara, pegawai pajak adalah unsur aparatur Negara yang berfungsi melaksanakan administrasi pemerintahan dibidang pengawasan dan penerimaan Negara dari sektor pajak. Disisi lain, fungsi pegawai pajak adalah sebagai abdi masyarakat, karena secara khusus pegawai pajak menjalankan fungsi pelayanan kepada masyarakat dalam bidang perpajakan untuk kepentingan wajib pajak khususnya dan Negara pada umumnya. Keberadaan pegawai pajak dalam menjalankan tugasnya tidak hanya dihargai sebagai abdi semata, namun Negara memberikan penghargaan terhadap pengabdian tersebut dalam bentuk gaji, tunjangan khusus, tunjangan istri dll.
Sikap dan tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau seorang pegawai sangatlah erat kaitannya dengan motivasi yang melatarbelakanginya.. Motivasi yang mendasari tingkah laku seseorang akan memberi warna terhadap perbuatan yang dihasilkan. Motivasi seseorang untuk melakukan suatu aktivitas, tergantung pada mampu atau tidaknya aktivitas tersebut memenuhi kebutuhan fisik dan non fisiknya. Kalau kita kaitkan dengan teori kebutuhan Maslow, prioritas seseorang dalam bertindak dipengaruhi oleh skala kebutuhan yang diperingkat sebagai berikut:
1. Kebutuhan akan sandang, papan dan pangan
2. Kebutuhan akan rasa aman dari ancaman dan gangguan
3. Kebutuhan akan persahabatan dan cinta kasih
4. Kebutuhan akan adanya respek dan penghargaan
5. Kebutuhan akan pengembangan diri
Bersasarkan teori Maslow tersebut, setiap individu yang ingin mengembangkan karier di lingkungan PNS termasuk DJP, sejak dini harus sudah menyadari bahwa prioritas untuk pemenuhan kebutuhan fisik (sandang, pangan dan papan), secara normal adalah bukan untuk memenuhi kebutuhan materi secara besar-besaran. Karena keterbatasan kemampuan pemerintah untuk memenuhinya, baik itu dari struktur penggajian, maupun penyediaan tunjangan khusus dan jaminan social lainnya. Dengan demikian, menurut penulis, yang menjadi daya tarik berkarier sebagai PNS karena adanya point 2 sampai 5 dalam teori Maslow tersebut.
Dengan berkarier sebagai PNS, termasuk sebagai pegawai pajak, setiap individu mempunyai kesempatan untuk dapat meraih jenjang karier setinggi-tingginya. Secara ekstrem dapat dikatakan bahwa, setiap pegawai DJP boleh bercita-cita menjadi Dirjend Pajak bahkan menjadi Menteri Keuangan sepanjang pegawai tersebut berusaha untuk memenuhi semua persyaratan yang dibutuhkan guna meraih kedudukan tersebut. Hal ini merupakan masalah yang sulit untuk dicita-citakan di lingkungan swasta, terlebih jika perusahaan swasta tersebut adalah perusahaan keluarga.
Penutup
Intisari yang dapat diambil dari uraian diatas adalah jelas bahwa, keberhasilan reformasi ataupun modernisasi yang dilakukan oleh DJP sangatlah bergantung pada kesadaran, pemahaman, kesiapan dan kesanggupan para pegawai untuk beradaptasi dengan tuntutan perubahan zaman.
Jika diasumsikan bahwa seluruh pegawai dilingkungan DJP menyadari bahwa berkarier sebagai PNS termasuk sebagai pegawai pajak, secara normal bukan untuk memenuhi kebutuhan materi secara besar-besaran, maka titik berat motivasinya adalah terpenuhinya factor lain seperti kesempatan berkarier, rasa aman, pengakuan dan penghargaan. Tingginya tingkat kepastian terpenuhinya motivasi pegawai, akan berkorelasi dengan peningkatan kinerja DJP.
1 komentar:
Salam hormat Bapak Imam., setelah googling cukup lama, berhari-hari, senang sekali akhirnya menemukan blog Bapak. Saya tertarik dengan topik ini sebab saya baru saja diterima di lingkungan DepKeu dan sangat berminat menapaki karier sampai setinggi-tingginya. Formasi pilihan saya DJP dan Bapepam (blm ada keputusan saya ditempatkan dimana).
Untuk saat ini, saya mau membaca-baca pemikiran-pemikiran Bapak dulu di blog ini. Selanjutnya, nanti saya akan minta banyak masukan dari Bapak yang sudah sangat berpengalaman di DJP. Mohon bantuannya Pak.. :)
Posting Komentar