Oleh : Imam Nashirudin, SE., Ak, MM
Dalam ungkapan Belanda, “Kambing Hitam” ialah Zondebok, artinya “bandot yang berdosa”. Dari sudut mayoritas alam hewani di belahan dunia yang bermusim dingin itu, domba berbulu putih tebal adalah mayoritas, sedangkan kambing yang berbulu hitam dan berkulit tipis nyaris tidak ada. Seandainya kancil di tanah air masih bisa berbicara seperti didalam dongeng, pasti dia akan meng “kick balik” istilah itu: Kambing hitam? What is that? Apaan tuh! Ganti: domba putih! Bilang sama orang kompeni Belanda, disini jangan cari zondebok, tapi carilah zondeschaap!
Terlepas dari kebenaran terminology penggunaan istilah kambing hitam di Indonesia, tapi istilah tersebut sering digunakan apalagi pada akhir tahun, dimana target kinerja biasanya akan dievaluasi.
Bagi yang kinerjanya bagus tidak ada masalah, namun bagi yang kinerjanya jelek, biasanya siap-siap mencari kambing hitam ataukah siap-siap untuk dijadikan kambing hitam? Waspadalah, kalau anda dijadikan kambing hitam, anda harus siap untuk disembelih oleh siapa saja. Kambing hitam, kalau kambing qurban, itu mulia.
Mengkambinghitamkan pihak lain, seperti, anak buah yang serba “minim”, kurangnya sarana dan prasarana, menurut saya adalah tindakan yang tidak “gentle” dan menunjukkan tidak adanya koordinasi. Seorang Pimpinan harus berani ambil resiko dan harus berani ambil tanggung jawab, jika target yang telah ditentukan tidak bisa dipenuhi.
Target yang ditetapkan oleh suatu institusi biasanya dibuat dengan pertimbangan pertimbangan dan asumsi tertentu. Seperti target penjualan, target penerimaan pajak, target penyaluran kredit dan lain lain. Adapun halnya dengan target penerimaan negara dari sektor pajak yang dibebankan ke Direktorat Jenderal Pajak yang kemudian target tersebut didistribusikan ke tiap-tiap kantor, tidak bisa dilepaskan dari faktor faktor eksternal seperti pertumbuhan ekonomi dalam negeri, adanya bencana alam, tingkat keamanan, kepastian hukum, inflasi dan lain lain. Sayangnya banyak orang yang lebih melihat pada hasil akhir dan tidak secara teliti melihat proses pencapaian target tersebut. Jika target yang dibebankan pada suatu institusi atau suatu kantor terlalu rendah, tentu dengan mudah, tanpa upaya yang ekstra mereka akan dengan mudah pula mencapainya. Begitupun sebaliknya dengan beban yang terlalu besar, suatu kantor atau institusi akan kesulitan untuk memenuhi target tersebut.
Dalam proses evaluasi, mustinya DJP melihat bagaimana proses untuk memenuhi target tersebut dilakukan. Pertama sekali, tentu saja, apakah target yang dibebankan tersebut telah dialokasikan secara benar dan adil? Benar dan adil disini, harus mempertimbangkan potensi nyata yang ada pada suatu kantor. Kemudian dilihat, apakah responsibilities centre tersebut telah melakukan langkah-langkah strategis yang tepat dan cukup guna mencapai target yang ditetapkan? Apakah kendala-kendala pencapaian target tersebut controllable bagi pusat responsibilities center tersebut? Bagaimana jika tidak tercapainya target dikarenakan oleh variable-variable yang uncontrollable. Penilaian secara profesional dengan memperhatikan kaidah-kaidah ilmiah terhadap tiap-tiap responsibilities center menurut saya mutlak diperlukan guna peningkatan kinerja DJP ke depan. Saya setuju, jika hasil evaluasi yang dilakukan secara obyektif dan ilmiah tersebut dijadikan dasar untuk pemberian reward and punishment, karena DJP perlu pimpinan-pimpinan di pusat-pusat responsibilities center yang tahu tugasnya. DJP perlu kandidat yang lebih baik guna menghadapi tantangan-tantangan yang lebih kompleks, dan DJP tidak perlu menyediakan tempat untuk on the job training, bagi kandidat yang tidak punya nyali dan keberanian untuk ”bertempur” di lapangan.
Singkatnya, semoga kita mau bersabar dan berpikir serta mengambil keputusan berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah. Kita tidak hidup di republik mimpi seperti yang ditayangkan di televisi. Mari kita berpikir dan bertindak dengan menggunakan nalar dan akal sehat kita. Reward and Punishment sebagai instrument untuk memotivasi pegawai di lingkungan kantor modern mutlak diperlukan. Selamat bekerja, Selamat berkarya, Jayalah Indonesiaku!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar