Ultimum Remedium merupakan salah
satu azas yang terdapat didalam hukum pidana kita yang menyatakan bahwa hukum
pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum. Hal ini
mempunyai makna apabila suatu tindak pidana dapat diselesaikan melalui jalur
lain hendaklah jalan tersebut terlebih dahulu dilalui. Jalan lain yang dimaksud
adalah penyelesaian secara kekeluargaan, negosiasi, mediasi perdata ataupun
hukum administrasi.
Ditjend Pajak Sebagai institusi
yang diberi tugas untuk mengamankan penerimaan negara dari sektor pajak, yang
peranannya mencapai 70% di APBN diberi kewenangan untuk melakukan berbagai
langkah atau upaya guna mengamankan target penerimaan negara dari sektor pajak.
Langkah langkah yang ditempuh aparatur
pajak diatur dalam Undang Undang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP), Undang
Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU
PPN) dan aturan aturan turunan lainnya seperti Peraturan pemerintah Pengganti
Undang Undang (Perpu), Peraturan
Pemerintah (PP), Keputusan Menteri Keuangan (KMK) dan lain lain.Upaya upaya
tersebut antara lain melalui himbauan, pemeriksaan, penagihan, penagihan dengan
surat paksa, pemblokiran rekening, penyitaan asset, pencekalan hingga upaya
pidana. Yang sering menjadi pertanyaan adalah, apakah setiap data yang
diketahui oleh petugas pajak dan atau koreksi dari hasil pemeriksaan yang
dilakukan oleh aparat pajak merupakan pelanggaran pidana? Apakah wajib pajak
yang melakukan pelanggaran pidana pajak harus dijatuhi hukuman kurungan badan?
Dapatkah pidana pajak diselesaikan dengan cara lain selain pemidanaan?
Tidak semua data ataupun koreksi
pemeriksaan merupakan pelanggaran pidana. Data atau koreksi yang terkait dengan
koreksi fiskal, time different dan perbedaan perlakuan dalam akuntansi bukanlah
koreksi yang bersifat pidana. Data atau
koreksi pajak yang dapat berimplikasi pada pelanggaran pidana misalnya data
penjualan yang tidak dilaporkan dengan nilai yang sebenarnya. Misalnya property
yang dijual dengan harga per unit 1,5 Milyard tetapi dengan tujuan untuk
mengecilkan jumlah pajak yang dibayar, didalam laporan SPT tahunannya dilaporkan nilainya hanya sebesar
700 juta per unit, data pembelian yang dimark up guna memperbesar Harga pokok
produksi agar memperkecil laba, yang akhirnya dapat memperkecil pajak yang
harus dibayar, penerbitan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang
sebenarnya dan lain lain. Namun demikian, wajib pajak yang melakukan pelanggaran
pidana pajak, diberi ruang untuk menyelesaikan permasalah tersebut tanpa harus
menjalani hukuman paksa badan ataupun kurungan penjara. Langkah langkah
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
Didalam pasal 8 ayat ( 4) dan ayat
( 5) UU KUP dijelaskan bahwa:
Ayat 4:
Walaupun
Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Direktur
Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan
kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran
pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai keadaan yang
sebenarnya, yang dapat mengakibatkan:
a. pajak-pajak
yang masin harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil;
b. rugi
berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar;
c. Jumlah
harta menjadi lebih besar atau lebih kecil; atau
d. jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil
dan proses pemeriksaan tetap dilanjutkan.
Ayat 5:
Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan
ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen)
dari pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum laporan
tersendiri dimaksud disampaikan.
Didalam pasal ini diterangkan
bahwa , meskipun telah dilakukan pemeriksaan dengan syarat Ditjen Pajak belum
mengeluarkan ketetapan, wajib pajak
dengan kesadaran sendiri dapat menyampaikan pembetulan atas ketidakbenaran
pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan, dengan syarat syarat
sebagaimana diatur dalam pasal 8 ayat ( 4) UU KUP diatas, dan ditambah dengan
sanksi kenaikan sebesar 50%, maka tindakan lebih lanjut berupa pemidanaan wajib
pajak dapat dihentikan, dengan syarat pengungkapan yang dilakukan itu sudah
benar .
Kalau data, informasi atau
laporan sudah ditindaklanjuti dengan pemeriksaan bukti permulaan, yaitu
pemeriksaan dalam rangka mencari alat bukti lebih lanjut terkait pelanggaran
pidana yang dilakukan oleh wajib pajak, pemeriksaan dapat dihentikan dengan
cara wajib pajak melakukan pengungkapan sendiri ketidakbenaran pengisian surat
pemberitahuan yang disampaikan dengan membayar sanksi denda sebesar 150%.
Syaratnya belum dilakukan penyidikan dan pengungkapan tersebut telah benar. Hal
ini diatur dalam pasal 8 ayat (3 ) UU KUP yang berbunyi sebagai berikut:
Ayat 3:
Walaupun telah
dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan
mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38, terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak
akan dilakukan penyidikan, apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri
mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan
kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi
administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah
pajak yang kurang dibayar.
Walaupun, tindakan pemeriksaan
bukti permulaan sudah dinaikkan ke tindakan penyidikan, penyidikan dapat
dihentikan dengan syarat wajib Pajak melunasi utang pajak yang tidak atau
kurang dibayar atau yang
tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa
denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau
yang tidak seharusnya dikembalikan. Hal ini diatur dalam pasal 44B UU KUP
(1) Untuk
kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung
dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan.
(2) Penghentian
penyidik tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang
dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi
administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau
kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan.
Pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan uang pajak digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar besarnya kemakmuran rakyat. Dengan kemajuan
tehnologi dan dengan adanya kewajiban pihak ketiga untuk menyampaikan data dan
informasi ke Ditjen Pajak sebagaimana diatur dalam pasal 35 A Undang undang Ketentuan
Umum Perpajakan (UU KUP), telah memudahkan Ditjen Pajak untuk mendeteksi adanya
tindakan kecurangan dalam masalah pajak. Pengungkapan ketidakbenaran dengan cara
melakukan pembetulan surat pemberitahuan pajak yang telah disampaikan, dapat
menghindarkan wajib pajak dari pengenaan sanksi pidana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar