Oleh: Imam
Nashirudin
Tidak
efektifnya organisasi pemerintahan bisa disebabkan oleh banyak hal,
namun ada beberapa hal untuk kondisi saat ini, yang menurut pendapat
saya penting dan kritikal, yaitu kita terlalu mensimplifikasikan
permasalahan, kita tidak pernah mempersoalkan dan mempelajari dengan
lebih baik perihal asumsi dasar untuk menggerakkan pegawai dengan
efektif. Dan hubungan antara pegawai dengan organisasi tidak pernah
berada pada rasionalitas yang mutlak, semestinya kita harus berani
melihat bahwa pegawai punya bangunan nalar yang rumit.
Pemahaman
SDM sebagai asset organisasi dan pemahaman bahwa seolah olah
organisasi punya hak penguasaan penuh atas seluruh hak dan harkat
martabat pegawai adalah kekelirun. Pegawai bukanlah aset organisasi
dan pegawai tidak bisa diperlakukan seperti halnya benda mati.
Tulisan ini sengaja dibuat untuk bahan masukan dan refleksi terkait
kebijakan pengelolaan pegawai dan perburuhan di Indonesia termasuk
dilingkungan DitJend Pajak. Mari kita simak definisi dan penjabaran
asset. FASB
mendefinisi aset dalam rerangka konseptualnya sebagai berikut (SFAC
No 6, prg 25):
“Assets
are probable future economic benefits obtained or controlled by a
perticular entity as a result of past transactions or events.”
(Aset
adalah manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti atau diperoleh
atau dikuasai/dikendalikan oleh suatu entitas akibat transaksi atau
kejadian masa lalu.)
Berdasar
uraian diatas, pada dasarnya dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga
karakteristik utama yang harus dipenuhi agar suatu objek atau pos
dapat disebut aset, yaitu:
1.
Manfaat
ekonomik yang datang cukup pasti
Untuk
dapat disebut sebagai aset, suatu objek harus mengandung manfaat
ekonomik di masa datang yang cukup pasti. Uang atau kas mempunyai
manfaat atau potensi jasa karena daya belinya atau daya tukarnya.
Sumber selain kas mempunyai manfaat ekonomik karena dapat ditukarkan
dengan kas, barang, atau jasa, karena dapat digunakan untuk
memproduksi barang dan jasa, atau karena dapat digunakan untuk
melunasi kewajiban.
2.
Dikuasai
atau dikendalikan entitas
Untuk
dapat disebut sebagai aset, suatu objek atau pos tidak harus dimiliki
oleh entitas tetapi cukup dikuasai oleh entitas. Oleh,
karena itu, konsep penguasaan atau kendali lebih penting daripada
konsep kepemilikan. Penguasaan disini berarti kemampuan entitas untuk
mendapatkan, memelihara/menahan, menukarkan, menggunakan manfaat
ekonomik dan mencegah akses pihak lain terhadap manfaat tersebut. Hal
ini dilandasi oleh konsep dasar substansi mengungguli bentuk yuridis
(substance
over form).
Pemilikan (ownership)
hanya mempunyai makna yuridis atau legal.
3.
Timbul
akibat transaksi masa lalu
Kriteria
ini sebenarnya menyempurnakan kriteria penguasaan dan sekaligus
sebagai kriteria atau tes pertama (first-test)
pengakuan
objek sebagai aset. Aset harus timbul akibat dari transaksi atau
kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi definisi.
Penguasaan harus didahului oleh transaksi atau kejadian ekonomik.
FASB memasukkan transaksi atau kejadian sebagai kriteria aset karena
transaksi atau kejadian tersebut dapat menimbulkan (menambah) atau
meniadakan (mengurangi) aset. Misalnya perubahan tingkat bunga,
punyusutan atau kecelakaan.
Pertanyaannya
adalah dengan kriteria tersebut diatas, apakah sumber daya manusia,
dalam hal ini pegawai, buruh, termasuk pegawai DitJend Pajak memenuhi
semua kriteria diatas, sehingga layak disebut sebagai asset? Tidak!
Untuk syarat no. 1 dan 3 terkait manfaat ekonomi dan timbul sebagai
akibat dari transaksi masa lalu terpenuhi. Tetapi tidak untuk syarat
no 2 yaitu dikuasai dan dikendalikan oleh entitas. Manusia dalam hal
ini SDM bukan barang, tetapi mahluk hidup yang mempunyai hak azasi.
Hak hidup, hak berserikat dan berkumpul, hak menyatakan pendapat dan
lain lain. Hak hak asasi manusia tersebut diperoleh langsung dari
Tuhan, sehingga organisasi, perusahaan ataupun negara tidak bisa
menguasai hak tersebut. Organisasi tidak boleh melanggar HAM, guna
mencapai tujuan.
Larangan
berorganisasi diluar kantor, larangan menjadi pengurus RT/RW,
larangan menjadi pengurus tempat ibadah, larangan menjadi panitia
peringatan hari kemerdekaan dll dengan alasan mengganggu konsentrasi
pekerjaan, menurut saya adalah kebijakan yang kontra produktif,
berdampak negatif untuk organisasi dalam jangka panjang dan melanggar
HAM.
Pemahaman
yang baik akan sumber daya manusia merupakan poin kritikal yang
penting dan mutlak dikuasai oleh setiap pengambil kebijakan dalam
suatu organisasi di era keterbukaan dan di era yang menuntut
profesionalisme saat ini. Pendekatan dan kebijakan yang tepat akan
membuat pegawai disiplin, bersemangat, gembira dan sungguh-sungguh
berusaha untuk merealisasikan tercapainya tujuan organisasi.
Penutup
Secara singkat kebijakan-kebijakan kepegawaian yang diambil baik menyangkut mutasi, promosi, penjatuhan sanksi kepegawaian dan kebijakan kebijakan lain, menurut pendapat saya perlu didasarkan atas penelitian yang mendalam dan seksama serta diumumkan dan dikomunikasikan dengan lebih baik dan lebih transparan. Ketertutupan dan ketidakjelasan tentang asumsi dan latar belakang kebijakan yang diambil pimpinan akan menciptakan keragu-raguan dan kecurigaan. Secara politis, ketidak jelasan ini akan menimbulkan resistensi dan reaksi negatif dari pegawai sehingga kebijakan itu justru menjadi tidak produktif. Kebijakan yang rasional, manusiawi dan transparan akan mendorong peningkatan kinerja suatu organisasi
Secara singkat kebijakan-kebijakan kepegawaian yang diambil baik menyangkut mutasi, promosi, penjatuhan sanksi kepegawaian dan kebijakan kebijakan lain, menurut pendapat saya perlu didasarkan atas penelitian yang mendalam dan seksama serta diumumkan dan dikomunikasikan dengan lebih baik dan lebih transparan. Ketertutupan dan ketidakjelasan tentang asumsi dan latar belakang kebijakan yang diambil pimpinan akan menciptakan keragu-raguan dan kecurigaan. Secara politis, ketidak jelasan ini akan menimbulkan resistensi dan reaksi negatif dari pegawai sehingga kebijakan itu justru menjadi tidak produktif. Kebijakan yang rasional, manusiawi dan transparan akan mendorong peningkatan kinerja suatu organisasi