Oleh: Imam Nashirudin
Gue Kagak ngiler sama harta
Gue kagak ngiler sama tahta..
Gue ngiler kalau tidur miring.
Tulisan tersebut tertera di bak belakang sebuah truk. Tulisan tersebut mengingatkan saya pada sebuah acara talk show yang diadakan oleh sebuah stasiun televisi swasta. Dalam dialog tersebut, Seorang calon presiden ditanya oleh seorang Mc yang cantik, “kelemahan manusia biasanya terletak pada 3 hal. Harta, wanita dan tahta, saudara lemah dalam point yang mana? Dengan gugup sang bakal capres menjawab dengan berputar-putar yang intinya malah menjauh dari substansi pertanyaan. Kenapa harus takut dan berputar-putar menjawabnya? Apanya yang salah, jika seseorang menyukai harta, tahta dan wanita cantik? Yang salah barangkali, kalau yang ditanya capres wanita dan dia menyukai wanita. Harta, tahta dan wanita cantik memang ditakdirkan untuk menjadi magnet dan daya tarik bagi manusia. Manusia bergerak, berusaha dan mau bekerja keras dikarenakan manusia punya tujuan dan kepentingan, ada motivasi tertentu. Dengan harta yang diperoleh, manusia bisa mencukupi kebutuhan hidup pribadi dan keluarganya. Dengan tahta, seseorang akan lebih mudah mengimplementasikan gagasan-gagasannya. Dan dengan mempunyai pasangan yang cantik, menarik dan shalekhah, maka kita akan mendapatkan ketentraman hati. Dalam hal ini, tentu saja cara mendapatkannya harus melalui cara-cara yang benar, baik dan tidak melanggar ketentuan.
Seorang pemimpin, baik di level negara seperti presiden, maupun pimpinan di suatu unit kerja akan sangat banyak mempengaruhi warna kehidupan suatu organisasi. Dan secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada tercapai atau tidak tercapainya misi suatu organisasi.
Sehubungan dengan adanya fenomena diatas dan khususnya karena DJP memegang posisi dan peranan yang penting dan kritikal dalam mesin besar perekonomian nasional, maka perhatian kita tertuju pada pengelolaan dan pemenuhan pegawai yang akan ditempatkan di posisi-posisi strategis. Bagaimana agar kita tidak salah menempatkan orang dan bagaimana agar kita tidak salah pilih? Secara umum, pada hemat saya, penempatan untuk posisi-posisi strategis masih lebih didominasi oleh struktur birokrasi dan panjangnya gelar yang dimiliki oleh seseorang daripada memikirkan bagaimana memperoleh substansi yang sungguh-sungguh berkualitas.
Kalau kita memikirkan hal-hal yang substansial, maka masalah procedur birokrasi hendaknya dijadikan embel-embel saja . Untuk mengisi formasi-formasi penting, Fit and Proper test mutlak diperlukan, dan mutlak perlu ditanyakan ke setiap calon pimpinan tiap-tiap responsibilities centre. Apakah dia masih sanggup dan mampu untuk melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan tuntutan organisasi? Sanggup dan mampu disini bukan hanya terkait masalah skill, kompetensi dan sikap mental yang sesuai tuntutan organisasi, tetapi juga meliputi mampu secara fisik. Seorang pimpinan harus mempunyai kesehatan yang baik, karena diperlukan mobilitas dan stamina yang tinggi untuk bisa mengendalikan dan menggerakkan suatu organisasi dengan efektif.
Pengalaman identik dengan learning by doing, sedangkan pendidikan identik dengan learning by studying. Mempertentangkan kedua hal tersebut dalam pembinaan dan pengembangan pegawai dapat membawa akibat yan tidak diinginkan dan sangat tidak relevan bagi kinerja Direktorat Jenderal Pajak. Apalagi jika tidak disesuaikan dengan kebutuhan , kondisi dan situasi organisasi. Kedua-duanya sama-sama mengandung unsur bertambahnya ilmu dan sama-sama merupakan proses belajar. Antara pendidikan dan pengalaman sebenarnya dapat menjadi suatu sinergi. Ketajaman orang berpengalaman akan lebih terasah jika dibarengi dengan proses peningkatan diri melalui pendidikan formal. Kepandaian orang yang berpendidikan akan semakin bermanfaat bagi Direktorat Jenderal Pajak jika dibarengi dengan diberikannya pengalaman tentang perpajakan kepada mereka. Pilihan antara yang berpendidikan VS berpengalaman haruslah dikerangkakan dalam pola win-win system dengan mengacu kepada kepentingan dan kinerja Direktorat Jenderal Pajak sebagai target akhir.
Penutup
Untuk tetap menjaga azas keadilan dan mendapatkan orang yang tepat untuk dikembangkan, maka pemilihan secara transparan dan melalui system yang jelas dan berpola adalah merupakan solusi yang terbaik. Sebagai contoh, untuk dapat menduduki jabatan tertentu, pola pemilihan dan pengangkatan didasarkan atas test yang terstandarisasi dengan persyaratan yang terstandarisasi dan pemilihan berdasarkan yang terbaik dan terukur secara langsung
Gue Kagak ngiler sama harta
Gue kagak ngiler sama tahta..
Gue ngiler kalau tidur miring.
Tulisan tersebut tertera di bak belakang sebuah truk. Tulisan tersebut mengingatkan saya pada sebuah acara talk show yang diadakan oleh sebuah stasiun televisi swasta. Dalam dialog tersebut, Seorang calon presiden ditanya oleh seorang Mc yang cantik, “kelemahan manusia biasanya terletak pada 3 hal. Harta, wanita dan tahta, saudara lemah dalam point yang mana? Dengan gugup sang bakal capres menjawab dengan berputar-putar yang intinya malah menjauh dari substansi pertanyaan. Kenapa harus takut dan berputar-putar menjawabnya? Apanya yang salah, jika seseorang menyukai harta, tahta dan wanita cantik? Yang salah barangkali, kalau yang ditanya capres wanita dan dia menyukai wanita. Harta, tahta dan wanita cantik memang ditakdirkan untuk menjadi magnet dan daya tarik bagi manusia. Manusia bergerak, berusaha dan mau bekerja keras dikarenakan manusia punya tujuan dan kepentingan, ada motivasi tertentu. Dengan harta yang diperoleh, manusia bisa mencukupi kebutuhan hidup pribadi dan keluarganya. Dengan tahta, seseorang akan lebih mudah mengimplementasikan gagasan-gagasannya. Dan dengan mempunyai pasangan yang cantik, menarik dan shalekhah, maka kita akan mendapatkan ketentraman hati. Dalam hal ini, tentu saja cara mendapatkannya harus melalui cara-cara yang benar, baik dan tidak melanggar ketentuan.
Seorang pemimpin, baik di level negara seperti presiden, maupun pimpinan di suatu unit kerja akan sangat banyak mempengaruhi warna kehidupan suatu organisasi. Dan secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada tercapai atau tidak tercapainya misi suatu organisasi.
Sehubungan dengan adanya fenomena diatas dan khususnya karena DJP memegang posisi dan peranan yang penting dan kritikal dalam mesin besar perekonomian nasional, maka perhatian kita tertuju pada pengelolaan dan pemenuhan pegawai yang akan ditempatkan di posisi-posisi strategis. Bagaimana agar kita tidak salah menempatkan orang dan bagaimana agar kita tidak salah pilih? Secara umum, pada hemat saya, penempatan untuk posisi-posisi strategis masih lebih didominasi oleh struktur birokrasi dan panjangnya gelar yang dimiliki oleh seseorang daripada memikirkan bagaimana memperoleh substansi yang sungguh-sungguh berkualitas.
Kalau kita memikirkan hal-hal yang substansial, maka masalah procedur birokrasi hendaknya dijadikan embel-embel saja . Untuk mengisi formasi-formasi penting, Fit and Proper test mutlak diperlukan, dan mutlak perlu ditanyakan ke setiap calon pimpinan tiap-tiap responsibilities centre. Apakah dia masih sanggup dan mampu untuk melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan tuntutan organisasi? Sanggup dan mampu disini bukan hanya terkait masalah skill, kompetensi dan sikap mental yang sesuai tuntutan organisasi, tetapi juga meliputi mampu secara fisik. Seorang pimpinan harus mempunyai kesehatan yang baik, karena diperlukan mobilitas dan stamina yang tinggi untuk bisa mengendalikan dan menggerakkan suatu organisasi dengan efektif.
Pengalaman identik dengan learning by doing, sedangkan pendidikan identik dengan learning by studying. Mempertentangkan kedua hal tersebut dalam pembinaan dan pengembangan pegawai dapat membawa akibat yan tidak diinginkan dan sangat tidak relevan bagi kinerja Direktorat Jenderal Pajak. Apalagi jika tidak disesuaikan dengan kebutuhan , kondisi dan situasi organisasi. Kedua-duanya sama-sama mengandung unsur bertambahnya ilmu dan sama-sama merupakan proses belajar. Antara pendidikan dan pengalaman sebenarnya dapat menjadi suatu sinergi. Ketajaman orang berpengalaman akan lebih terasah jika dibarengi dengan proses peningkatan diri melalui pendidikan formal. Kepandaian orang yang berpendidikan akan semakin bermanfaat bagi Direktorat Jenderal Pajak jika dibarengi dengan diberikannya pengalaman tentang perpajakan kepada mereka. Pilihan antara yang berpendidikan VS berpengalaman haruslah dikerangkakan dalam pola win-win system dengan mengacu kepada kepentingan dan kinerja Direktorat Jenderal Pajak sebagai target akhir.
Penutup
Untuk tetap menjaga azas keadilan dan mendapatkan orang yang tepat untuk dikembangkan, maka pemilihan secara transparan dan melalui system yang jelas dan berpola adalah merupakan solusi yang terbaik. Sebagai contoh, untuk dapat menduduki jabatan tertentu, pola pemilihan dan pengangkatan didasarkan atas test yang terstandarisasi dengan persyaratan yang terstandarisasi dan pemilihan berdasarkan yang terbaik dan terukur secara langsung