(Versi Indonesia dari artikel Sdr abdul Zaini, yang dikirimkan dan telah dimuat di Forum Solusi Untuk Indonesia)
Oleh : Abdul Zaini *
Harga pelbagai kebutuhan pokok yang tinggi kita rasakan bersama dari hari ke hari harga kebutuhan pokok tak kunjung turun tetapi bahkan terus merangkak naik mulai dari beras, minyak goreng, kedelai, lombok dan lain-lain. Tentunya bagi keluarga yang memiliki penghasilan pas-pasan harus pandai-pandai mengatur keuangan bahkan tak jarang banyak masyarakat kita yang harus gali lubang tutup lubang untuk mempertahankan hidup. Bagi mereka sekedar untuk makan merupakan hal yang sangat istimewa.
Sebagai anak seoarang petani kecil di desa saya benar-benar merasakan bagaimana memprihatinkan menjadi keluarga petani, saya yang waktu itu masih umur belasan tahun harus membantu orang tua untuk bisa sekolah, yaitu dengan memelihara kambing karena memang penghasilan orang tua dari pertanian memang tidak mencukupi. Penghasilan orang tua saya hanya bisa digunakan untuk makan sehari-hari. Di daerah kami yang mayoritas adalah petani berusaha mencari pendapatan lain dengan memelihara binatang ternak dan dengan modal yang ala kadarnya maka tak jarang kami serumah dengan binatang ternak kami.
Dalam diri saya atau mungkin setiap anak petani tidak bercita-cita untuk menjadi petani karena hasil dari pertanian tidak menjanjikan untuk dapat hidup layak dengan naiknya harga pupuk, dan rendahya harga jual beras, cabe, bawang dan produk pertanian lainnya waktu musin panen membuat petani selalu mengalami kerugian ataupun hasilnya hanya cukup untuk makan sehari-hari.
Negara kita merupakan negara agraris yang hampir 60 % penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan tinggal di desa-desa tentunya ini adalah potensi yang sangat besar. Pada pemerintahan presiden Soeharto negara kita pernah mengalami swasembada beras bahkan negara kita ekspor beras ke negara lain. Melihat kondisi sekarang sangat bertolak belakang hampir semua bahan pokok yang ada di negara kita impor dari negara lain ketergantungan ini yang sulit untuk diantisipasi dari dalam negeri sehingga kalau negara pengekspor bergejolak perekonomiannya maka negara kita terkena imbasnya.
Sektor pertanian belum mampu menjadi pemasok kebutuhan pangan dalam negeri, hasil pertanian yang jauh dari layak menyebabkan sektor ini jarang dijadikan tumpuan hidup oleh generasi muda profesi petani merupakan jalan terakhir sehingga kualitas pertanian kita rendah dibandingkan dengan negara lain, sumber daya manusia terserap ke sektor-sektor lain yang lebih menjanjikan dan lahan pertanian banyak yang biarkan kosong.
Kebijakan pemerintah yang telah ditempuh belum mampu mengatasi hal ini, dari segi kesejahteraan petani masih tetap seperti tahun-tahun sebelumnya dan belum ada perubahan yang berarti. Diharapkan kedepan sektor pertanian harus menjadi skala prioritas bagi setiap rezim pemerintah yang memimpin negeri ini, kebijakan yang berkesinambungan yang diperlukan meskipun berganti-ganti presidennya tetapi kebijakan pertanian seharusnya memiliki arah yang jelas.
Kebijakan yang berkesinambungan ini pernah diterapkan pada masa pemerintahan Presiden Soharto yaitu dengan Repelita dan hasilnya cukup memuaskan. Pemerintahan sekarang tak ada salahnya belajar dari keberhasilan yang telah dicapai oleh pada masa Orde Baru.
Untuk mencapai swasembada pangan maka sektor pertanian harus di dorong seoptimal mungkin yaitu dengan menjadikan sektor pertanian sebagai andalan produksi dalam negeri yaitu dengan menyediakan sumber daya manusia yang mengerti tentang pertanian. Untuk itu sektor pertanian harus menjadi sektor yang menjanjikan dan menjamin kesejahteraan bagi para petani sehingga generasi muda tertarik bahkan bangga menjadi seorang petani.
Anak seorang petani Desa Sukosari Kecamatan Mantup Kabupaten Lamongan Jawa Timur
Sekarang tinggal di Balikpapan Kalimantan timur