Rabu, 11 Maret 2009

How To Get Money

Oleh: Imam Nashirudin



Kalau diibaratkan orang sakit, maka kondisi perekonomian dunia dan kondisi perekonomian Indonesia saat ini sedang sakit. Sakitnya kondisi perekonomian dalam negeri berimbas pada turunnya realisasi penerimaan pajak pada bulan pebruari, dan mungkin juga pada bulan-bulan selanjutnya.

Lazimnya orang yang sakit parah, terkadang pasien menginginkan sesuatu (want) tetapi yang dikatakan (say) berbeda dengan yang diinginkan. Dan terkadang berbeda pula dengan yang diperlukan (need). Sebagai contoh, seorang pasien jantung mungkin menginginkan makan daging ayam, tetapi dalam kondisi labil, yang dikatakan, dia ingin makan sate kambing. Dokter yang menangani pasien tersebut tentu tidak akan begitu saja memenuhi keinginan dan apa yang disampaikan pasien, karena jika dipenuhi, sate kambing akan sangat membahayakan sakit jantung yang di derita. Yang diperlukan oleh pasien tersebut adalah obat dan mengatur pola hidup agar dia lekas sembuh.

Analog tersebut saya sampaikan untuk menanggapi berbagai pihak dalam mengatasi tantangan berat sebagai akibat deraan krisis keuangan global. Khusus untuk DJP, imbas krisis keuangan global yang telah secara nyata mempengaruhi penerimaan pajak secara nasional telah ditindak lanjuti dengan pembentukan berbagai komisi yang diberi tugas secara khusus untuk membahas berbagai hal, seperti komisi mapping, profile, potensi dan tax gap serta komisi pertukaran dan pemanfaatan data. Tujuan pembentukan komisi komisi tersebut tidak jauh dari pengamanan penerimaan pajak tahun 2009. Pertanyaannya adalah tepatkah kebijakan tersebut untuk saat ini? Apakah langkah-langkah tersebut mendesak dan diperlukan saat ini? Apakah yang disampaikan (say) sama dengan yang diperlukan (need) untuk mengamankan penerimaan pajak tahun 2009?

Menurut pendapat saya, yang diperlukan DJP untuk saat ini adalah bagaimana kita bisa memotivasi seluruh pegawai agar mereka mau lebih bekerja keras dan meningkatkan kinerja guna mengamankan penerimaan pajak. Mapping, profile, tax gap dan pertukaran data tidak akan memberikan hasil optimal jika tidak dilakukan oleh pegawai di lapangan dengan motivasi dan dedikasi yang tinggi. Ibarat sebuah pasukan perang dengan peralatan tempur yang modern dan mahal, tetapi tidak didukung dengan mental para prajurit yang gigih, berdedikasi dan punya semangat juang yang tinggi. Pegawai pajak adalah pegawai pegawai pilihan dengan pengalaman dan skill tinggi, mereka bukan para pegawai yang selalu butuh panduan secara detil. Mereka adalah pegawai pegawai yang kreatif, pegawai yang mampu dan menguasai ”medan pertempuran”. Mereka adalah patriot patriot sejati, mereka adalah harimau-harimau garang yang dikarenakan sesuatu hal, menjadikan mereka sekarang sedang tertidur. Modernisasi, penegakan kode etik dan maraknya aksi KPK serta sistem renumerasi yang baru disebut-sebut berimplikasi pada menurunnya ”semangat tempur” para patriot DJP. Kita perlu membangunkan ”harimau yang sedang tidur” agar kembali dengan gagah mengaum dan menunjukkan taringnya. DJP perlu pegawai yang profesional, militan, tegas, berani, jujur dan disegani. Banyak pegawai pajak yang pada masa silam, rela kerja lembur di kantor sampai jam 12 malam bahkan lebih untuk menyelesaikan tugas-tugas pemeriksaan dan tugas tugas lainnya. Mereka melakukan itu meskipun tidak ada uang lembur? Kenapa bisa seperti itu? Bagaimana kondisi saat ini? Berapa gelintir pegawai pajak saat ini yang dengan gembira, dengan iklas dan tanpa mengeluh bersedia lembur meskipun ada uang lemburnya? Apanya yang salah? Bukankah renumerasinya sudah tinggi?

Menurut saya, sampai dengan saat ini, uang masih menjadi daya tarik yang luar biasa bagi siapa saja. Dan uanglah menurut pendapat saya yang menjadi faktor penggerak utama para pegawai dimasa lalu. Tentang pentingnya uang sebagai alat untuk memotivasi pegawai, sebuah peribahasa Inggris mengatakan, ”kalau uang sudah bicara, malaikat di syurgapun tertarik untuk ikut mendengarkan”. Uang yang dibicarakan disini adalah uang resmi yang syah diluar renumerasi yang diterima, uang yang secara kode etik dan aturan organisasi boleh diterima. Bukankah KUP yang baru memberi peluang bagi DJP untuk memberikan renumerasi tambahan jika target tertentu bisa dicapai? Bukankah pasal dalam KUP tersebut bisa dimanfaatkan saat ini untuk mendongkrak semangat kerja pegawai? Kenapa masalah ini tidak dipertimbangkan sebagai salah satu prioritas dalam pembahasan? Menurut saya, perlu segera ada pembicaraan dan pembahasan serius tentang masalah ini, bagaimana metodologinya dan bagaimana merealisasikannya?

Pembinaan pegawai dan peningkatan kinerja pegawai sangat erat berhubungan dengan tercapainya motivasi pegawai. Dan uang, masih menjadi daya tarik utama kebanyakan pegawai. Pembinaan pegawai dengan pendekatan religius akan lebih efektif jika diikuti dengan pemberian ’rangsangan” yang tepat, dapat dijangkau dan masuk akal. Pegawai tidak cukup diberi ”iming-iming” kehidupan enak di syurga kelak, dimana mereka akan hidup nyaman, enak dengan didampingi para bidadari cantik, yang selalu cantik, selalu menarik. Bidadari yang selalu menggetarkan hati, bidadari yang selalu suci, tidak pernah men dan tidak pernah mencret. DJP perlu memberi motivasi ”duniawi” yang tepat untuk menggerakkan pegawai, guna mengamankan penerimaan pajak tahun 2009. Selamat bekerja, selamat berkarya, Jayalah Indonesiaku.